Anda tidak salah baca. Judul tulisan ini memang Kura-Kura Ninja Paruh Baya. Ya, ini soal kura-kura ninja yang dikenal di seluruh dunia. Yang serialnya --dan filmnya-- terus muncul sejak 1980-an. Teenage Mutant Ninja Turtles alias TMNT.
Hanya saja, kali ini dipelesetkan jadi Middle-Aged Mutant Ninja Turtles alias Kura-Kura Ninja Paruh Baya. Apa yang terjadi ketika kura-kura ninja yang seharusnya "remaja abadi" itu memasuki usia paruh baya.
Seperti yang terjadi pada kebanyakan penggemar orisinalnya.
Termasuk saya.
Akhirnya, lewat Happy Wednesday ini, saya bisa menulis segala sesuatu yang saya suka. Suka-suka saya mau nulis tentang apa saja. Semakin bebas ketika tidak lagi terbelenggu oleh pakem-pakem koran dan batasan halaman.
Akhirnya, saya bisa mendeklarasikan segala sesuatu yang saya sukai atau cintai. Seperti Namie Amuro (20 Tahun Cinta Namie Amuro), Ayrton Senna (Obrigado Ayrton Senna, 25 Tahun Kemudian), dan lain-lain.
Sekarang, saya akan mengakui kalau saya ini maniak Teenage Mutant Ninja Turtles. Sejak masih SD di SDN Kendangsari I Surabaya. Bahkan saat masuk SMP di SMPN 12 Surabaya. Uang tabungan saya gunakan untuk beli mainan Leonardo, Michaelangelo, Donatello, Raphael, dan karakter-karakter di sekeliling mereka.
Tas saya saat SMP pun bergambarkan Kura-Kura Ninja.
Dan, ehm, jujur sampai dewasa usia 30-an pun saya masih sering keliling bepergian pakai tas punggung kura-kura ninja.
Sedikit cerita terpisah: Waktu bepergian di luar, dalam sebuah antrean panjang, saya melihat ada remaja di depan saya mengenakan tas punggung lucu berbentuk punggung/cangkang kura-kura ninja. Kami ngobrol, dan saya terus menanyai dia beli di mana. Karena akan sulit bagi saya untuk beli, saya tawar saja tas milik dia. Harga aslinya USD 40 katanya. Tapi sampai USD 100 lebih pun dia tak mau melepaskannya.
Wah, dia kayaknya cinta Turtles lebih dari saya!
Saya butuh beberapa bulan kemudian untuk mendapatkan tas yang sama!
Kalau ditanya kenapa suka Turtles, jawabannya tentu sulit dijelaskan. Dibilang "Ya suka aja" tentu tidak cukup dan terkesan malas berpikir. Tapi ada sesuatu pada empat kura-kura itu. Mungkin karena karakter-karakternya begitu jelas, masing-masing punya kepribadian sendiri-sendiri. Bukan sekadar dibedakan oleh warna bandana yang mereka kenakan.
Leonardo (biru) adalah pemimpin yang "lurus." Tidak aneh-aneh dan selalu bertanggung jawab.
Raphael (merah) adalah yang "panasan." Mungkin paling kekar dan kuat, tapi juga paling pendek sumbunya.
Donatello (ungu) adalah tipikal nerd. Mewakili anak/remaja yang berstereotipe berkacamata dan suka gadget (ingat, di era sebelum gadget!).
Michaelangelo (oranye) merupakan Turtle yang suka bersenang-senang, tidak mau berpikir panjang. Paling suka makan pizza.
Dari keempatnya, favorit saya adalah Mikey alias Michaelangelo. Agak aneh kalau saya pikir, karena saya mungkin paling tidak mirip dengan dia.
Selama puluhan tahun, keempat karakter itu terus berevolusi. Disesuaikan dengan zaman. Gambaran aslinya kali pertama keluar pada 1984, dari rumah kontrakan dua komikus "melarat," Kevin Eastman dan Peter Laird.
Gara-gara ditolak kerja di Marvel dan DC, mereka bikin komik independen. Modal sendiri, cetak sendiri, jual sendiri. Dalam perjalanannya, Turtles "meledak." Serial kartunnya heboh. Mainannya termasuk paling laris dalam sejarah.
Puncak popularitasnya memang pada 1980-an dan 1990-an, tapi sampai sekarang varian-variannya masih eksis. Film-film layar lebarnya terus muncul secara berkala. Anak-anak saya yang masih SD pun kenal siapa itu Kura-Kura Ninja.
Karena hidup ini sifatnya berputar, saya tidak akan kaget kalau pada suatu titik Turtles akan kembali di puncak popularitas.
Apalagi serial "legendaris" seperti ini selalu dapat bantuan dorongan dari penggemar awalnya. Yang sekarang sudah menuju usia paruh baya (atau sudah paruh baya), dan mencoba menurunkan kecintaan pada anak-anaknya.
Masalahnya, penggemar orisinal seperti saya sudah kesulitan nonton versi/varian terbaru Turtles. Gambar, suara, dan tingkah yang orisinal terlalu menancap di kepala.
Seharusnya, para Turtles orisinal itu sekarang sudah seusia saya. Atau bahkan lebih tua sedikit.
Masa pandemi 2020 ini lantas memberikan gambaran apa yang terjadi kalau Leonardo dkk memasuki usia paruh baya. Tentu bukan penggambaran orisinal dari pemilik Turtles. Melainkan dari imajinasi para komedian di salah satu acara paling populer di Amrik: Saturday Night Live (SNL).
Karena pandemi, acara yang berpusat di New York itu tidak bisa lagi ditampilkan secara normal. Melainkan lewat kreativitas, di mana para komediannya tampil dari rumah masing-masing. Juga lewat kartun.
Nah, salah satu episode "dari rumah" itu kemudian justru jadi salah satu yang paling ditonton dalam sejarah. Gara-gara menampilkan kartun pendek tak sampai tiga menit. Ini kartun pelesetan Teenage Mutant Ninja Turtles. Judulnya: Middle-Ages Mutant Ninja Turtles.
Ya, kartun itu menggambarkan para Turtles di usia paruh baya. Sambil tetap mengaitkan dengan karakter dasar masing-masing tokoh.
Terus terang, saya langsung punya dua reaksi bertolak belakang saat menontonnya: Terpingkal-pingkal, sekaligus sedih. Hebat, dua perasaan berlawanan dalam satu tontonan dua menitan!
Terpingkal-pingkal, karena memang lucu banget. Lagu aslinya, yang ternyata ditulis oleh superproduser Chuck Lorre (The Big Bang Theory) waktu masih "miskin" dulu, dipelesetkan dengan lirik menggambarkan situasi Leonardo dkk sekarang.
"They used to be so cool. Now they drive their spoiled kids to school!"
Begitu bunyi salah satu liriknya.
Tapi, secara umum, kartun pendek ini bisa bikin depresi. Pada adegan pembuka, April O'Neil, sosok wartawan sahabat para Turtles, menyampaikan kabar buruk. Dia merasa sudah tidak tahan, minta bercerai/berpisah dengan Mikey. Ya, April menjalin hubungan dengan Michaelangelo!
Rupanya, Mikey --yang remajanya senang bersenang-senang-- sempat tumbuh menjadi seorang pemabuk. Tapi tenang, dia kemudian jadi sober (meninggalkan alkohol).
Kemudian, ada adegan yang juga bikin tegang. Donatello sedang duduk, menerima telepon dari dokternya. Sang dokter mencoba menjelaskan tentang hasil pemeriksaan terhadap benjolan di punggungnya. Untungnya hanya sebuah kista. Bukan kanker. Donatello bernapas lega...
Lalu ada Raphael. Dia tampak sedih ketika berdiri di atas timbangan. Perutnya membuncit. Beratnya terus naik. Benar-benar masalah umum paruh baya!
Raphael lantas ngobrol dengan Leonardo. Dia menyampaikan kalau musuh utama mereka, Shredder, telah meninggal dunia. Lalu bertanya apakah mereka akan datang ke pemakamannya. Lagi-lagi, masalah paruh baya, mulai bicarakan kenalan yang sakit atau meninggal.
Bukan hanya cerita soal Shredder, Raphael lantas minta pinjam uang (lagi!) ke Leonardo. Rupanya dia punya masalah berjudi. "Aku seharusnya berhenti berjudi pertandingan golf. Apalagi aku sebenarnya tidak pernah nonton golf!" begitu keluhnya sambil terisak.
Dari semua, Leonardo memang tampak paling stabil. Punya istri (manusia) dan dua anak perempuan.
Di akhir kartun, keempatnya berkumpul bersama, kongkow seperti bapak-bapak pada umumnya. Mereka telah menjadi "Heroes on a half-acre, with lawn mower power" (pahlawan perumahan, dengan mesin pemotong rumput).
Saya berkali-kali menonton klip itu. Tertawa sekaligus sedih. Tapi dunia ya seperti itu. Perasaan yang sama kita rasakan kalau mengenang masa kecil bukan? Banyak senang dan tawanya. Sekaligus juga sedih.
Teman-teman kita waktu kecil dulu, sekarang jadinya macam-macam. Ada yang luar biasa, ada yang kesusahan. Ada yang sehat, ada yang kegemukan dan sakit-sakitan. Ada pula yang sudah pergi selamanya, karena berbagai penyebab... (azrul ananda)