Anda ingin abadi dalam sejarah? Ingin diabadikan dalam bentuk patung besar dan dipajang di kota-kota penting, disebut dan diajarkan dalam buku-buku sejarah? Ternyata, sekarang harus punya syarat mutlak: Harus sempurna.
Sehebat apa pun Anda. Seberat apa pun perjuangan Anda. Sesulit apa pun tantangan yang Anda hadapi. Semua tidak ada artinya. Pokoknya punya salah, biar sedikit saja, Anda tidak layak dijadikan patung dan dikenang dalam sejarah.
Bahkan, orang-orang zaman dahulu kala pun sekarang banyak yang tidak lagi dibanggakan. Patung-patungnya diturunkan, nama-namanya terancam dihapuskan dari tempat-tempat bersejarah. Karena segala kehebatan mereka masih ternoda oleh masalah-masalah sudah tidak bisa ditoleransi lagi di zaman media sosial ini.
Termasuk seorang Christopher Columbus. Petualang asal Italia yang dikenal dalam sejarah sebagai penemu Amerika. Sebuah nama yang begitu bersejarah, sehingga banyak wilayah menggunakan namanya. Bahkan di Amerika Serikat pun ada perayaan Columbus Day.
Beberapa bulan ini, Amerika memang seperti sedang getol-getolnya "mengoreksi" sejarah. Buntut dari protes ketidakadilan sosial, yang meletus setelah meninggalnya George Floyd.
Semula, patung-patung yang identik dengan pemimpin wilayah Selatan era Perang Sipil yang jadi target. Karena mereka identik dengan pro perbudakan kulit hitam. Kemudian, mantan-mantan presiden pun jadi target, tidak peduli apa pun kehebatan dan prestasinya dulu. Pokoknya pernah punya salah, khususnya berkaitan dengan masalah rasisme, langsung jadi target.
Belakangan, patung Columbus jadi sasaran. Patung-patung yang bertebaran di berbagai kota itu diturunkan. Ada yang oleh demonstran, dengan cara yang kasar. Seperti yang terjadi di Baltimore, negara bagian Maryland. Patung Columbus diturunkan ramai-ramai, lalu ditenggelamkan di laut.
Yang paling ironis terjadi sebelumnya, di kota bernama Columbus di negara bagian Ohio. Di sana, patung besar Columbus telah berdiri gagah di depan Balai Kota selama lebih dari 65 tahun. Patung itu adalah sumbangan dari Kota Genoa, Italia, tempat Christopher Columbus lahir.
Dalam sebulan terakhir, berkaitan dengan segala kegaduhan di Amerika, Kota Columbus memutuskan akan menurunkan patung tersebut. Diumumkan langsung oleh wali kotanya, Andrew Ginther.
"Bagi banyak warga kami, patung ini melambangkan patriarki, penindasan, dan perpecahan. Itu tidak menggambarkan kota kami yang hebat ini. Dan kami tidak akan lagi hidup di bawah bayang-bayang masa lalu yang buruk," begitu kata sang wali kota.
Tentu saja, patung di Columbus ini tidak dibuang ke laut. Pihak kota menyebut akan menyimpannya di tempat yang "aman."
Hebat ya, dunia sekarang sudah begitu berubah sehingga pahlawan-pahlawan masa lalu bisa berbalik jadi "penjahat." Saya ingat sekolah di sana, di kelas sejarah, belajar tentang Columbus ini.
Dosen sejarah bercerita, kalau Columbus ini sebenarnya salah tujuan. Dia itu mencari "East Indies," alias kawasan yang termasuk Indonesia, tapi tersasar sampai di Amerika. Makanya, suku pribuminya pun dinamai "Indian." Karena dikira dari "Indies."
Wow, bayangkan kalau Columbus dulu benar-benar sampai Indonesia. Mungkin sejarah benar-benar akan berbeda.
Sekarang, di Amerika, istilah "Indian" itu sudah sangat tidak boleh diucapkan. Begitu pula istilah-istilah lain, seperti "Negro." Jangan sampai mengucapkan dua kata itu di depan orang sana. Percayalah, hasilnya tidak akan baik sama sekali!
Untuk menyebut orang pribumi Amerika, istilah yang populer dan proper sekarang adalah "Native American." Apa yang terjadi pada warga Native American itulah yang sekarang menjadikan patung Columbus harus diturunkan. Bahwa dia ikut mengakibatkan terjadinya pemusnahan warga asli Amerika.
Nah, setelah Columbus, siapa lagi bakal "dikoreksi" dari sejarah? Perdebatannya masih seru di sana. Selain patung-patung, protes sekarang juga tertuju pada nama-nama tim olahraga profesional yang dianggap rasis. Salah satunya, klub American Football (NFL) di Washington DC, yang bernama "Redskins" alias Kulit Merah.
Jangan kaget kalau nama Washington Redskins tidak lama lagi akan hilang dari arena NFL.
Luar biasa ya. Di era sekarang ini, di era media sosial ini, sejarah bisa banyak dikoreksi. Tidak peduli apa perannya dalam sejarah, tidak peduli kebaikan apa yang dia lakukan, itu semua tidak ada lagi artinya. Seolah-olah, kalau ada salah biar sedikit pun tetap harus diturunkan.
Jangan-jangan, ini agak sedikit bablas. Jangan-jangan bukan mengoreksi, tapi sudah pada tahap overcorrection alias koreksi bablas.
Adakah manusia yang sempurna? Bukankah kita nanti bakal ditimbang-timbang dulu, banyak baiknya atau buruknya? Di era media sosial ini, persidangan dan pembuatan keputusannya seolah lebih kejam dari Yang Maha Kuasa.
Pokoknya tidak boleh ada salah sedikit pun. Titik. (azrul ananda)