Motor Franco Morbidelli nyaris menghantam Valentino Rossi (Motorsport Images).
Rasanya sudah bukan rahasia, saya suka balapan. Baik Formula 1, MotoGP, maupun balap sepeda. Dalam seminggu terakhir, khususnya selama long weekend di sekitar 17 Agustus, saya benar-benar penuh hiburan balapan. Ada F1 (plus F2) di Barcelona, ada MotoGP di Austria, dan beberapa ajang balap sepeda WorldTour.
Yang tidak saya sangka, semua event akhir pekan itu menjadi pengingat betapa mengerikannya dunia balap. Betapa besarnya risiko-risikonya. Karena ada kecelakaan-kecelakaan, atau nyaris kecelakaan, yang bisa membuat kita gemetar. Mengingatkan kita untuk selalu sadar bahwa hidup ini bisa lewat dalam sesaat.
Dari Sirkuit Barcelona, kejadian yang membuat saya agak gemetar bukan dari ajang F1. Melainkan dari ajang F2 feature race, yang berlangsung Sabtu malam WIB (15 Agustus). Kejadiannya tidak terekam kamera. Hanya ada cuplikan saat pembalap Indonesia, Sean Gelael, duduk diam di dalam mobil DAMS-nya.
Rupanya, mobil Sean menghantam pembatas lintasan, lalu mendarat begitu keras. Katanya, daya hantaman itu mencapai 45G. Sean sampai tidak sanggup keluar dari mobilnya. Hasil pemeriksaan menunjukkan kalau dia mengalami retak pada ruas D4 pada tulang punggungnya.
Begitu kerasnya hantaman itu. Mobilnya utuh, tapi orang di dalamnya terdampak cukup parah.
Keesokan paginya, akhirnya saya mendapat jawaban WA langsung dari Sean. Bahwa dia sudah mendapatkan kepastian lanjutan tentang cederanya. Syukurlah dia tidak butuh operasi. "Enam minggu pemulihan, setelah itu rehab," tulisnya.
Sean Gelael mendapat perawatan pasca kecelakaan di Barcelona (Instagram Sean Gelael).
Memang, cedera ini akan membuatnya absen dulu di lomba-lomba selanjutnya. Tapi bagaimanapun, keselamatan adalah nomor satu. Apa pun komentar orang, dialah sekarang satu-satunya orang yang membawa nama Indonesia di kancah balap mobil tingkat dunia.
Jangan lupa, F2 ini bisa lebih ngeri dari F1. Persaingannya ketat, mobil-mobilnya cepat. Tahun 2019 lalu, Anthoine Hubert meninggal dunia karena kecelakaan ajang ini di Belgia.
Get well soon Sean. Pulihkan dirimu, lalu come back strong!
Hari Minggu malamnya (16 Agustus), saya sudah siap dapat banyak hiburan. Jam 19.00 WIB ada MotoGP, lalu pukul 20.00 WIB ada F1 Barcelona.
Biasanya, balapan F1 di sirkuit Spanyol itu berlangsung membosankan. Dan terus terang, balapan malam itu tergolong membosankan. Lewis Hamilton mendominasi dari awal sampai akhir.
Untungnya, balapan MotoGP sebelumnya kembali seru. Ya, Andrea Dovizioso menang untuk Ducati, tidak lama setelah menyatakan diri bakal berpisah dengan pabrikan Italia itu di penghujung 2020.
Tapi, MotoGP di Austria itu akan diingat atas kecelakaan dan nyaris kecelakaan yang terjadi di antara tikungan 2 dan 3 lintasan.
Dalam kecepatan lebih dari 300 km/jam, motor Yamaha yang ditunggangi Franco Morbidelli bersenggolan dengan Ducati yang dikendarai Johann Zarco.
Bila pembalapnya terjatuh, motor-motornya terus terpelanting atau melejit full speed ke depan. Dua pembalap factory Yamaha, Valentino Rossi dan Maverick Vinales, benar-benar lolos dari maut. Keduanya, khususnya Rossi, benar-benar lolos hanya milimeter dari hantaman kedua motor liar tersebut.
Gara-gara kecelakaan itu, balapan harus dihentikan. Kamera terus mengikuti Rossi. Dia menepuk-nepuk helmnya, merasa benar-benar "Disayang Tuhan" karena lolos dari hantaman dua "misil." Ketika helm dibuka, kita semua yang menonton bisa melihat wajah pucatnya.
Kalau sampai kena, mungkin sekarang sudah tidak ada Rossi. Dan itu adalah berita terbesar di dunia.
Saya yang menonton di televisi saja sampai benar-benar gemetaran. Komentator pun bilang kalau dia berkeringat dingin menontonnya. Apalagi yang dirasakan oleh Rossi! Dan juga Vinales!
"Kita semua harus berdoa kepada seseorang. Semua orang harus berdoa kepada siapa pun yang memutuskan segalanya," kata Rossi usai lomba. "Saya benar-benar merasa buruk. Saya sangat ketakutan. Karena yang terjadi ini sangatlah berbahaya. Saya mencoba untuk tidak memikirkannya. Tapi sulit untuk melakukan itu. Saya bicara dengan kekasih saya, dan dia syok," lanjutnya.
Rossi juga mengaku langsung berniat menelepon ibunya di Italia.
Saya langsung berpikir, Rossi itu umurnya hampir sama dengan saya. Tahun ini sudah 41 tahun. Sudah agak overstay, sudah hampir waktunya --atau bahkan sudah waktunya-- untuk gantung helm.
Kabarnya, untuk 2021 Rossi akan menjalani musim terakhirnya (farewell tour) bersama tim satelit Yamaha (Petronas SRT). Jangan-jangan, setelah kejadian ini, dia bisa langsung memilih pensiun di akhir 2020. Apalagi kalau musim ini dia bisa meraih hasil baik, mengakhirinya dengan baik.
Bagi saya, nyaris celaka di Austria itu seperti peringatan. Saya yakin, Rossi merasakan hal yang sama.
Itu dari dunia balap yang menggunakan mesin. Di arena balap sepeda angin, sepekan terakhir ada dua balapan besar berlangsung. Ada Criterium du Dauphine, balapan pemanasan menjelang Tour de France yang berlangsung di Prancis. Balapan ini panjangnya lima etape, berakhir Minggu malam lalu WIB (16 Agustus).
Sabtu malamnya (15 Agustus) ada juga balapan one-day sangat penting, Il Lombardia, di Italia. Balapan naik turun di pegunungan di sekitar Danau Como ini adalah salah satu dari lima balapan one-day terpenting di dunia. Salah satu dari lima Monument.
Eh, dua lomba itu juga diwarnai dengan kecelakaan-kecelakaan berdampak besar.
Di Dauphine, tim Belanda Jumbo-Visma sebenarnya mendominasi. Tapi, pada dua etape terakhir, segalanya bubar. Salah satu andalannya, Steven Kruisjwijk, jatuh dan cedera bahu. Out. Kapten tim, Primoz Roglic, juga jatuh. Tidak ada yang patah, tapi luka-luka. Walau di ambang juara overall, tim harus menariknya keluar. Mengorbankan kemenangan demi target lebih tinggi, yaitu berkiprah di Tour de France yang dimulai pada 29 Agustus nanti.
Di Il Lombardia lebih ngeri lagi. Bintang muda Belgia, Remco Evenepoel, menghasilkan pemandangan seram di televisi. Di sebuah turunan berliku cepat, dia menghantam pagar beton di pinggir jalan. Pembalap berusia 20 tahun itu lantas terlontar ke jurang di balik pagar itu.
Untungnya itu bukan jurang dalam. Evenepoel "hanya" mengalami patah tulang panggul. Harus absen sampai akhir tahun, tapi karirnya tidak terancam.
Remco Evenepoel dievakuasi dari jurang (Getty Images).
Di dunia balap sepeda, segala kecelakaan bisa terlihat lebih dramatis daripada kecelakaan di sirkuit balap yang tertutup. Dalam kejadian Evenepoel, petugas medis harus turun ke jurang dan mengangkutnya naik ke ambulans.
Pada kejadian Roglic, dia sempat menuntaskan etape setelah terjatuh. Dia melakukannya dengan pakaian sobek-sobek dan berdarah-darah.
Primoz Roglic melanjutkan lomba pasca kecelakaan di etape keempat Criterium du Dauphine. (Getty Images)
Di balap sepeda, kan tidak ada racepack atau helm full face. Kalau jatuh ya aspal lawan kulit (atau lebih buruk).
Kecelakaan-kecelakaan ini bisa berdampak ala cedera Marc Marquez di MotoGP. Roglic adalah unggulan utama Tour de France 2020. Evenepoel adalah unggulan utama di Giro d'Italia 2020. Dua balapan terbesar cycling. Roglic mungkin masih bisa tampil dan jadi juara, tapi peta Giro d'Italia langsung berubah.
Setelah menonton balapan-balapan (dan kecelakaan-kecelakaan) itu, saya memang seperti kembali "ditempeleng." Balapan atau tidak, hidup ini pasti banyak "nyaris"-nya.
Kembali ke kejadian Rossi. Andai dia memutar gas satu detik lebih cepat, atau menikung setengah detik lebih lambat, mungkin dia sekarang sudah "lewat." Jadi, kita harus selalu ingat untuk mengikuti kata-kata Rossi. Kita harus selalu bersyukur dan berdoa kepada Dia yang mengatur segalanya... (azrul ananda)