Hidup memang belum normal. Akhir Januari ini bisa jadi penanda khusus hidup saya. Untuk kali pertama entah sejak kapan, setahun penuh saya tidak terbang naik pesawat. Pergi ke mana-mana jalan darat. Kontras dengan beberapa tahun lalu, saat saya sempat terbang 75 kali dalam kurun 90 hari.
Tentu saya tidak sendirian. Banyak teman saya yang pengusaha besar, yang biasanya mondar-mandir, hampir setahun pula tidak naik pesawat. Pergi ke mana-mana jalan darat. Yang berani liburan ke Bali pun jalan darat.
Keluarga besar saya memang memutuskan tidak liburan di penghujung 2020 dan awal 2021 ini. Abah dan ibu saya termasuk yang paling berisiko di tengah pandemi ini, jadi kita tidak ke mana-mana. Kami lengkap bersama di Surabaya.
Ini juga ironis. Pada akhir 2014, untuk kali pertama dalam sejarah keluarga, kami liburan komplet ke luar negeri.
Dulu bersama pergi, sekarang bersama tidak pergi.
Akhir Desember lalu, salah satu keponakan saya yang masih SD setengah curhat. "Julak (paman, Red), kita biasanya sekarang ini sibuk packing-packing..."
Malam Tahun Baru lalu, kami semua lengkap satu keluarga di rumah Abah dan Ibu. Masak barbeque. Di depan teras rumah. Televisi dipasang di situ, komputer desktop juga di-setting di teras. Supaya cucu-cucu tidak masuk ke dalam rumah untuk nonton atau komputeran. Semua kumpul di depan.
Sebenarnya enak juga. Karena Abah-Ibu praktis di rumah terus, mereka bisa jadi tempat penitipan anak-anak terbaik...
Pada 1 Januari, seperti biasa, entah berapa banyak ucapan selamat tahun baru masuk ke hape. Terus terang dan mohon maaf, saking banyaknya, mayoritas tidak terbaca.
Ada pula ucapan dari ayah dan ibu angkat saya di Kansas, John dan Chris Mohn. Dalam pesannya, John juga mengirim foto yang saya tampilkan di tulisan ini. Pemandangan di depan rumahnya di Lawrence, Kansas.
Sedang hujan salju, sedang penuh salju.
Caption-nya: "Kansas in winter, 20 degrees Fahrenheit. Remember Thanksgiving in Kansas City when we stayed in a motel without heat?" (Musim dingin di Kansas. Suhu 20 derajat Fahrenheit. Ingat masa liburan Thanksgiving di Kansas City, waktu kita menginap di sebuah motel yang tidak ada penghangatnya?).
John mengajak saya mengingat liburan akhir November 1993. Waktu itu, untuk kali pertama sebagai "anak angkatnya," saya diajak liburan keluarganya di Kansas City. Karena anak John (kakak angkat saya) ada yang tinggal di sana.
Umur 16 tahun, itu kali pertama saya benar-benar kedinginan. Temperaturnya sama seperti dengan foto yang dikirim John. Sekitar 20 derajat Fahrenheit. Itu berarti MINUS 6 CELCIUS.
Waktu itu, John kebingungan bagaimana supaya anak kurus-kerontang dari Surabaya ini tidak sakit kedinginan!
Sebelumnya, waktu SMP, saya pernah melihat salju di Australia dan Selandia Baru. Tapi temperaturnya tidak seperti waktu di Kansas itu.
Kenapa momen itu begitu diingat John, saya bisa mengira-ngira kenapa. Selain karena belum pernah punya "anak" dari negara tropis, masa setahun saya di Kansas dulu termasuk unik secara cuaca.
Sulit dipercaya, selama musim dingin 1993-1994 saya tinggal bersama John dan Chris (dan kakak angkat Andrea), salju sama sekali tidak turun di "desa" Ellinwood. Salju turun di wilayah lain Kansas, tapi tidak di Central Kansas tempat saya SMA.
Tinggal di Kansas, orang harus terbiasa dengan cuaca menantang. Karena pada dasarnya tidak ada pohon, angin sangatlah kencang. Hampir tiap hari saya jalan kaki ke sekolah, dan kalau musim angin saya sering harus berjalan merapat ke dinding bangunan terdekat.
Kansas juga termasuk wilayah yang rawan twister (angin puting beliung) seperti di film-film itu. Hampir semua rumah ada basement-nya. Sekolah ada basement-nya. Kalau sirene twister berbunyi, kami harus secepatnya turun ke basement. Latihannya rutin.
Tapi selama setahun saya di sana, cuacanya disebut termasuk terbaik, dan itu termasuk aneh. Selama Azrul Ananda di Ellinwood, Kansas, salju sama sekali tidak turun. Mereka menyebutnya "very mild winter."
Jadi, John dan Chris baru benar-benar "ngeri" melihat saya begitu kedinginan ketika kami berlibur Thanksgiving ke Kansas City. Sudah pakai dalaman thermal dan panjang, baju berlapis termasuk jaket kulit, tetap menggigil luar biasa. Saya bisa membayangkan, mungkin mereka berpikir saya bisa mati kedinginan!
Kata John, yang juga termasuk aneh, begitu saya pergi dari Ellinwood, musim dingin berikutnya ternyata jadi salah satu yang terburuk. Sangat dingin, sangat berangin, sangat bersalju!
"Mungkin ada yang sayang sama kamu selama di sini, jadi diberi musim dingin yang nyaman," canda John, yang sekarang berusia 81 tahun.
He he he, dulu memang dikasih nyaman. Tapi sekarang kok justru kangen kedinginan? Setelah saya pikir-pikir, yang dikangeni sebenarnya bukan kedinginannya. Yang dikangeni mungkin dengan siapa kita kedinginannya wkwkwkwk...
Selama pandemi, keluarga kami memang diberi berkah untuk lebih sering bersama lagi. Sekarang, pada 2021, semoga ada berkah baru lagi. Situasi kembali lebih normal, sehingga bisa bertemu lagi dengan teman, sahabat, serta keluarga lain yang di tempat lebih jauh. Sangat dingin pun tidak apa-apa! (Azrul Ananda)