Tidak ada apa-apa di Kansas. Serius. Saking tidak ada apa-apanya, sampai ada ungkapan kondang "menyindir" negara bagian di tengah-tengah Amerika Serikat itu. Yaitu, setiap kali orang pergi ke tempat yang mengasyikkan, mereka akan bilang: "We are not in Kansas anymore" (Kita sudah tidak lagi di Kansas).
Tidak ada banyak orang di Kansas. Negara bagian ini bentuknya nyaris persegi panjang, seluas 213 ribu meter per segi. Tapi penduduknya hanya 2,9 juta orang. Masih lebih banyak orang di Kota Surabaya.
Takdir membuat saya terdampar di sana. Dulu tahun 1993. Jadi siswa pertukaran pelajar, dapat jatah SMA gratis, saya tidak bisa memilih ditempatkan di mana. "Lotere" mengirim saya ke Kansas. Pas di tengah-tengahnya. Di kota Ellinwood, yang populasinya hanya 2.800 orang.
Serius. Hanya 2.800 orang.
Ellinwood Main Street.
Setahun saya di sana. Dan itu mungkin setahun terpenting dalam hidup saya. Di usia 16 tahun. Jauh dari mana-mana, jauh dari keluarga. Tapi yang membuat setahun itu begitu penting: Saya punya keluarga baru di Kansas.
Keluarga yang dulu hampir setiap tahun bertemu. Antara saya ke sana, atau ayah angkat saya ke Indonesia. Yang mengikuti cerita keluarga saya mungkin sudah familiar dengan cerita ini. Ayah angkat saya bernama John R. Mohn. Waktu saya terdampar di sana, John dan istrinya, Chris, adalah pemilik koran lokal di Ellinwood. Namanya Ellinwood Leader.
Menulis opini di Ellinwood Leader terbitan 19 Mei 1994.
Lewat John-lah saya belajar bikin koran. Belajar fotografi. Belajar berkomunikasi. Belajar bicara di depan publik (tur memperkenalkan Indonesia di gereja-gereja dan komunitas lokal).
John pula yang kemudian sering ke Indonesia, belasan kali malah, mengajar di media-media yang dipimpin Abah (asli) saya.
Oh ya, John dan Chris ini selain mengelola koran juga mengajar di SMA Ellinwood. John mengajar English dan Journalism, Chris mengajar bahasa Spanyol dan menjadi pelatih Quiz Bowl (cerdas cermat).
Ke SMA Ellinwood tahun 2016.
Mampir ke SMA Ellinwood saat mudik bersama keluarga.
Di kota itu, memang banyak yang kerja merangkap. Maklum, orangnya memang tidak banyak. Satu gedung sekolah saya, dari kelas 7 sampai 12, total siswanya hanya 168 orang.
Karena letak Kansas yang di tengah-tengah daratan Amerika, dan letak Ellinwood yang di tengah-tengah daratan Kansas, tak heran bila banyak orang di sana seumur hidupnya belum pernah melihat laut. Teman-teman SMA saya senang karena saya ini manusia "kontras," yang datang dari negara kepulauan.
Walau tidak ada apa-apa di Kansas, sampai hari ini saya menganggap itu sebagai rumah kedua saya. Walau saya menghabiskan lebih banyak tahun di California saat kuliah, saya tetap merasa lebih "Kansas." Orang-orangnya lebih sederhana, lebih ramah, familiar satu sama lain.
Saya merasa senasib dengan Kal-El alias Superman. Yang ketika Planet Krypton meledak, "ditembakkan" oleh keluarganya ke Bumi. Kal-El saat bayi mendarat di tengah-tengah Kansas, di sebuah kota kecil. Dipungut oleh keluarga Kansas, Jonathan dan Martha Kent. Karakter baik hati, rendah hati, dan "agak kampungan" Clark Kent --nama bumi Kal-El-- adalah hasil didikannya di Kansas.
Selama bertahun-tahun, saya sempat tidak ke Kansas. Saat keluarga Mohn pindah ke Indiana, Chris dapat pekerjaan jadi dosen di Evansville University. Baru beberapa tahun terakhir, mereka kembali ke Kansas. Sekarang tinggal di kota Lawrence, tak jauh dari Kansas City.
Selama ini, saat ke Amrik, saya berusaha menyempatkan diri "mudik" ke Kansas. Bertemu dengan ayah dan ibu saya itu. John sudah berusia 80-an, Chris sudah 70-an. Keduanya masih sangat aktif, masih sangat sehat (Alhamdulillah).
Saya bersama John R. Mohn dan Chris.
John dan Chris bermain dengan cucu mereka, anak saya Ayrton saat masih balita.
Selama ini, benar-benar tidak ada alasan lain untuk ke Kansas, selain untuk menemui mereka.
Sekarang, ada alasan baru untuk mudik ke Kansas.
Insya Allah, setelah Lebaran ini, saya akan ke sana lagi.
Sekarang, sudah ada sesuatu yang asyik di Kansas. Sesuatu yang menjadi sorotan dunia. Sesuatu yang mendatangkan ribuan orang dari berbagai penjuru dunia.
Sesuatu itu terpusat di Kota Emporia, di kawasan Timur Kansas, sekitar dua jam dari Kansas City (ironisnya, Kansas City itu di negara bagian Missouri, di perbatasan dengan Kansas).
Sesuatu itu dimulai begitu kecil pada 2006. Ketika sebuah komunitas sepeda lokal menyelenggarakan event sederhana bernama "Dirty Kanza." Kata "Kanza" didapat dari suku asli setempat, yang kemudian menjadikan nama wilayah sekitarnya "Kansas."
Even gowes yang mereka buat tidak normal. Karena tidak ada apa-apa di Kansas, mereka pun membuat rute 200 mil, lebih dari 300 km, menjelajahi wilayah yang tidak ada apa-apanya di sekitar Emporia. Melewati jalan-jalan makadam, jalan-jalan berumput, jalan-jalan peternakan. Tantangan utamanya melewati kawasan Flint Hills, perbukitan dengan jalanan kerikil tajam. Kerikil-kerikil "Flint" itulah yang dalam sejarah digunakan suku asli sebagai bahan mata panah yang tajam.
Jarak resmi totalnya 206 mil, alias 322 kilometer. Harus dituntaskan dalam waktu kurang dari 21 jam. Tidak boleh ada mobil pengawal. Semua peserta harus mandiri sampai akhir. Hanya ada dua lokasi pit stop untuk mengisi suplai. Oh ya, karena lewat jalur-jalur makadam, tidak ada toko kelontong --apalagi Indomaret-- yang bisa dihampiri.
Dirty Kanza, dalam perjalanannya, menjadi trendsetter dunia. Gara-gara event ini, istilah "gravel racing" alias balapan di jalanan berkerikil menjadi superpopuler. Menghasilkan kategori sepeda baru, "gravel bike," yang merupakan perkawinan antara road bike dengan MTB. Sekarang, persentase terbesar penjualan sepeda di Amerika adalah kategori ini. Seperti sepeda balap tapi memakai ban lebar seperti MTB.
Dirty Kanza menjadi lomba gravel terbesar di dunia. Pesertanya mencapai 3.000 orang. Sulit lebih dari itu, karena kapasitas Emporia dan kota sekitar yang memang tidak memadai untuk menampung seluruh peserta. Saking banyaknya yang ikut, bukan hanya hotel-hotel penuh. Rumah-rumah warga ikut disewakan, dan seluruh kamar dormitory di sebuah kampus kecil lokal ikut terpakai.
Untuk ikut, harus ikut semacam lotere pendaftaran.
Tiga tahun sudah saya mencoba ikut. Pada akhir 2019, akhirnya saya dapat jatah ikutan even tahun 2020. Bersama dua rekan lain dari Surabaya. Dua rekan lain, dari Bandung dan Jakarta, tidak lolos lotere.
Sejak akhir 2019 itu, saya sudah janjian dengan ayah dan ibu angkat saya. Bahwa pada Juni 2020 saya akan mampir ke sana. Apalagi, jarak dari Lawrence ke Emporia hanya satu jam naik mobil. Senang rasanya bisa menengok mereka lagi.
Kemudian pandemi menerpa.
Dirty Kanza mundur ke September 2020. Dirty Kanza lantas dibatalkan. Peserta diarahkan untuk memilih uangnya kembali atau ikut tahun 2021. Karena sudah lama memimpikan ikut event ini, saya dan teman-teman tetap menyatakan ikut untuk 2021.
Pada April lalu, keputusan final muncul. Event ini akan go pada 5 Juni 2021. Namanya saja yang berubah jadi Unbound Gravel. Ini setelah muncul kegaduhan soal kata "dirty" dan "Kanza," yang bisa dianggap menghina warga suku asli.
Visa sudah siap. Pesawat sudah di-booking. Berangkat sebelum akhir Mei. Latihan tidak bisa maksimal karena suasana pandemi dan bulan Puasa, tapi saya tetap niat 100 persen berangkat. Semoga tidak ada perkembangan memburuk seputar pandemi dan kebijakan traveling. Kami bahkan sudah siap kalau harus karantina dulu setelah mendarat.
Tahun ini, saya sudah 100 persen siap mudik ke Kansas.
Ketemu ayah dan ibu saya yang di sana, sekaligus menuntaskan salah satu bucket list saya, berpartisipasi di event Dirty Kanza, gowes 322 km secara mandiri dalam sehari. Target saya finis di bawah 17 jam.
Bismillah... (azrul ananda)
Mainbalap Podcast Show Eps 07:
Audionya bisa dinikmati di Spotify, Google Podcast, dan Apple Podcast.