Catatan
Rabuan
Azrul
Ananda

Sebagai penggemar Formula 1 (kelas berat), setiap konten baru tentang ajang balap termewah dunia itu harus saya lahap. Pada 15 September lalu, ada konten mega muncul di Netflix. Panjangnya 2 jam dan 53 menit. Judulnya Schumacher.

Sesuai judul, pada dasarnya tentang perjalanan hidup/karir sang juara dunia tujuh kali, Michael Schumacher. Sekaligus memberi petunjuk tentang seperti apa kondisinya sekarang, hampir delapan tahun sejak dia mengalami kecelakaan ski di Prancis.

Apakah ini dokumenter yang bagus? Iya. Istimewa? Mungkin tidak. Yang pasti, menurut saya, tidak sespektakuler Senna, tentang Ayrton Senna, beberapa tahun lalu. Ya, ini agak bias. Saya penggemar berat Senna, dan condong "ABS" alias "Asal Bukan Schumi" di era 2000-an lalu. Tapi, rasanya saya tidak sendirian menilai demikian. Nilai Rotten Tomatoes Senna lebih dari 90 persen. Schumacher? Tak sampai 50 persen.

Bagi penggemar berat Schumi (julukan akrabnya dulu), Schumacher tentu memuaskan. Membantu mereka mengenang kembali betapa hebatnya seorang Schumi. Mulai dari masa kecilnya yang "rakyat jelata," lalu menjadi bintang balap, mengawali karir F1 bersama Jordan, geser ke Benetton, lalu jadi legenda di Ferrari. Termasuk pula masa akhirnya bersama Mercedes, sebelum kecelakaan parah di pegunungan Mirabel itu.

Bagi yang bukan penggemar berat, seperti saya, dokumenter ini mengingatkan untuk selalu mengapresiasi siapa pun. Apalagi seseorang dengan pencapaian seperti itu. Di dunia ini tidak ada yang instan, tidak ada yang gampang. Semua harus lewat perjuangan, kerja keras, pengorbanan.

Klise, tapi nyata.

Yang paling menghibur buat saya: Bagaimana duel legendaris Schumi versus Mika Hakkinen itu sebenarnya sudah terjadi sejak mereka masih sama-sama kecil, masih sama-sama balapan gokart. Ada foto Hakkinen dan Schumi saat masih (agak) imut.

Kemudian, bagaimana Schumi itu menjadi jembatan transisi, antara era Ayrton Senna-Alain Prost ke eranya sendiri, yang kemudian menjadi era Lewis Hamilton. Bagaimana Senna dulu pernah marah-marah langsung ke Schumi, setelah ditabrak oleh pembalap Jerman itu di awal GP Prancis 1992.

Tentu saja, kecelakaan yang menewaskan Senna ikut hadir secara detail di Schumacher. Itu adalah momen penting hidup Schumi. Senna kecelakaan saat memimpin di depannya!

Yang saya agak kecewa, "skandal-skandal" terbesar karir Schumi "diterabas" seperti nyetir di jalan tol. Ditampilkan dan disebutkan, tapi dilalui cepat dan tidak jadi pembahasan besar.

Misalnya saat dia menabrak Jacques Villeneuve di penghujung 1997. Ross Brawn, bos teknis Ferrari waktu itu, menyebut bahwa Schumi memang salah. Tapi, Brawn menjelaskan bahwa "di kepalanya sendiri" Schumi sangat yakin bahwa Villeneuve yang salah.

Paling tidak, itu menggambarkan betapa hyper focus-nya pembalap sekelas Schumi. Semua harus dia raih, dan di dalam kepalanya semua harus sesuai dengan yang dia harapkan.

Juara dunia ya seperti itu. Pasti ada "tega"-nya.

Bagi penggemar berat, saya bisa membayangkan apa yang bakal mengecewakan mereka di dokumenter ini. Mereka pasti ingin tahu, seperti apa kondisi Schumi sekarang. Dia sekarang berusia 52 tahun, dan sama sekali tidak pernah muncul sejak kecelakaan yang mencederai otaknya itu, pada Desember 2013.

Tentu saja, tidak ada kabar terbaru tentang kondisi Schumi di akhir dokumenter ini. Corinna, sang istri, membicarakannya. Mick, sang anak yang sekarang membalap untuk Haas di F1, juga menyinggungnya. Tapi, tidak ada update. Hanya ada "petunjuk-petunjuk."

Dalam dokumenter itu, Corinna menyatakan bahwa dia sangat merindukan sang suami. Setiap hari. "Michael ada di sini. Dia berbeda, tapi dia ada di sini. Dan itu memberi kami kekuatan. Kami bersama. Kami tinggal bersama di rumah. Kami melakukan terapi. Kami melakukan segala yang kami bisa untuk membuatnya lebih baik, dan memastikan dia merasa nyaman. Supaya tetap merasakan ikatan keluarga kami," tutur Corinna.

"Apa pun yang terjadi, saya akan melakukan segala yang saya bisa. Kami semua akan melakukannya. Kami ingin terus melangkah sebagai keluarga, sesuai harapan Michael. Sangat penting bagi saya dia bisa terus menikmati kehidupan pribadinya. Michael selalu melindungi kami. Sekarang kami melindungi Michael," tambahnya.

Ucapan Mick sangat menyentuh. Kata Mick, dia rela mengorbankan apa saja supaya bisa berdiskusi dengan sang ayah tentang dunia balap...

Bagi yang tidak familiar dengan Schumi, ini adalah pengingat. Schumi ini sejak dulu dikenal sangat family man, sangat menjaga kehidupan pribadi keluarganya. Kontras dengan era bintang-bintang F1 sebelumnya, yang banyak dikenal punya gaya hidup lebih flamboyan.

Jadi, in conclusion, Schumacher akan menyenangkan para penggemar F1. Bukan hanya penggemar Schumi. Menginspirasi dan menyentuh. Mungkin bukan dokumenter yang spektakuler, tapi cukup untuk memberi gambaran apa yang dibutuhkan untuk menjadi seorang legenda seperti Schumi.

Tidak ada yang gampang. Dan hidup selalu ada tantangannya.

Apakah kita akan bisa melihat lagi seorang Schumi? Delapan tahun sudah berlalu dan kita mungkin masih harus menunggu masih lama lagi.

Sebagai penggemar F1, dan pengagum Schumi (walau bukan penggemar berat), tentu kita patut menghargai harapan keluarganya. Biarlah image terakhir Schumi di kepala kita adalah image kehebatannya itu.

Seperti yang selalu ditegaskan oleh Schumi di masa emasnya dulu: "Private is private."

#KeepFightingMichael.(Azrul Ananda)

---

Penulis dan Dewo Pratomo lewat Mainbalap Podcast Show episode minggu ini juga mengulas soal Schumi dan Netflix. Menghadirkan bintang tamu spesial, Bobby Arifin. Orang Indonesia yang punya kedekatan dengan Schumi. Tonton videonya di bawah ini:

Comments (14)

Catatan Rabuan

Friends: 25 Tahun Masih Bazoka

Pekan ini, ada dua peristiwa yang mengingatkan kalau saya mulai tua. Satu, tes darah untuk jaga-jaga dan antisipasi berb...

Panjang Umur ala Andretti

Orang yang satu ini, mengutip rapper Ice T, adalah "original-nya original." Sekarang sudah berusia 80 tahun, masih sehat...

Umur Panjang Nenek Barbeque

Kali ini, cerita "menyejukkan" itu datang dari sebuah seri tentang kuliner.

Jumat WandaVision

Pandemi setahun ini benar-benar mengacak habit entertainment dan pop culture. Bioskop sampai terancam punah, stasiun tel...