Setiap krisis bisa menghancurkan banyak orang. Di sisi lain, setiap krisis bisa menghasilkan peluang-peluang dan kekuatan-kekuatan baru. Keluarga saya termasuk proof itu. Baru benar-benar merasa jadi keluarga "mampu" justru setelah krisis ekonomi di akhir 1990-an.
Kemudian, puluhan tahun berikutnya, karena faktor lingkungan, saya jadi ikut nonton YouTube-nya BTS tampil di PBB. Saya jadi ikut memperhatikan serial Squid Game. Dan, ehm, saya ikut menikmati Lalisa dan Money.
Dunia, teman-teman, sudah berubah.
Pandemi membuka pergeseran kekuatan secara global.
Penggemar K-Pop, K-Drama, dan K-K lain, kalian mungkin ada di jalur juara. Di jalur ikut mendikte dunia masa depan.
Lewat jalur budaya.
Sebelum saya lanjut bicara, dan sebelum "traditionalist" jempolnya mengamuk dan mengomel tentang apa itu budaya asli dan lain sebagainya, saya ingin menegaskan dulu definisinya di sini.
Saya percaya budaya adalah sesuatu yang dihasilkan secara kolaboratif oleh seluruh elemen masyarakat, yang dalam perjalanannya terus berevolusi mengikuti arah siapa yang paling banyak. Bisa terbatas dalam satu wilayah, bisa terus membesar melintasi berbagai wilayah.
Positif atau negatif adalah persepsi.
Ucapan klise ini gampang diomongkan sulit diterapkan: Kita terima apa yang baik, kita tolak apa yang tidak baik. Sulit diterapkan, karena apa yang baik atau tidak baik itu tergantung persepsi.
Mungkin awalnya tidak disengaja meluas, tapi sekarang Korea Selatan tahu betul kekuatan budaya ini. Saya ingin merangkum ucapan Presiden Korea Selatan Moon Jae-In, saat ikut wawancara bersama BTS di ABC News.
Presiden Moon menegaskan pentingnya menggunakan kekuatan budaya, yang dia sebut secara bertahap menyaingi bahkan menyalip kekuatan ekonomi atau militer. Dan Korea punya kekuatan luar biasa dalam hal ini di kancah dunia.
Selama di New York, BTS membuat video lagu Permission To Dance di dalam dan sekitar gedung PBB. Mereka juga ikut berpidato, bertujuan meningkatkan kesadaran tentang perubahan iklim, pandemi dan pentingnya vaksinasi, serta pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Apa yang dilakukan BTS di PBB, kata Moon, jauh lebih efektif daripada ratusan pidato yang harus dia atau Sekjen PBB lakukan. Satu juta orang menonton live saat BTS naik ke atas panggung. Belasan juta lainnya tak lama menyusul. "Saya mendapatkan banyak bantuan dari mereka di panggung diplomasi," tegasnya.
Lagu Permission To Dance, tambah Moon, punya pesan yang sangat cocok dengan kondisi dunia sekarang. "(Lagu itu) menyampaikan pesan kebersamaan yang mengalahkan segala perbedaan," ujarnya.
Sekarang, mari kita pause sejenak.
Berpikir mundur bertahun-tahun ke belakang.
Beberapa tahun lalu, lagu-lagu Korea memang sudah sangat populer. Tapi mungkin masih di tingkat "remeh." Contoh gampang: Gangnam Style. Lucu-lucuan, heboh-hebohan. Sweet. Seru. Lucu. Sudah.
Dulu. Duluuuuuuu. Kalau ingin menyampaikan pesan damai ke dunia, harus lewat Michael Jackson. Harus lewat Elton John. Butuh mulut bintang terbesar Barat untuk menyampaikan pesan-pesan kesadaran tingkat dunia. Bahkan perlu banyak sekali dari mereka digabungkan untuk Heal The World.
Sekarang, cukup tujuh anggota BTS.
Plus pasukan budaya modern Korea lain.
Pandemi benar-benar memberi pasukan Korea ini kesempatan besar menguasai dunia. Minimal, dunia yang dulu dikuasai Barat.
Sebelum pandemi, memang sudah ada Parasite, film Korea pertama yang meraih film terbaik Oscar. Tapi film itu belum juara box office. Gara-gara pandemi, bioskop di seluruh dunia banyak yang tutup. Sekarang pun masih sangat dibatasi. Bahkan di Amerika pun masih ada pembatasannya.
Film-film Hollywood, film-film barat, jadi "terbungkam." Kemudian berantem sendiri tentang bagaimana menjaga penghasilan, saling berebut dan saling membatasi lewat perang berbagai platform streaming. Film Disney harus di Disney+, film Warner Bros harus di HBO Max, dan lain-lain. Beberapa platform streaming itu tidak global. Bahkan hanya terbatas di Amerika.
Netflix, yang sudah global duluan, jadi penentu apa tontonan nomor satu dunia. Dan sekarang, yang nomor satu adalah Squid Game. Serial Korea. Bahkan di Amerika pun nomor satu. Dan ya, di Indonesia ini nomor satunya Netflix.
Demi Tuhan, saya bukan penggemar K-Drama. Walau saya mengakui, saya menonton lengkap Strong Girl Bong Soon karena lucu sekali. Dan saya bukan tipe yang suka serial seperti Squid Game, karena saya paling tidak tahan melihat adegan kejam. Tapi, saya penyuka twist ending. Saya --lewat berbagai cara-- tahu jalan cerita dan akhir dari Squid Game, dan saya sangat suka ending-nya. Wow, betapa kompleksnya Squid Game dalam mengeksplorasi karakter manusia!
Squid Game, seperti Parasite (dan Strong Girl Bong Soon, he he he), memang mengajak kita berpikir tentang karakter manusia. Apa itu baik, apa itu buruk, dan segala abu-abunya. Bukan sekadar tontonan adu akting "mendelik" (melolokkan mata selama mungkin).
Pandemi juga menghentikan panggung-panggung konser dunia. Perang musik pindah ke dunia maya. Siapa paling banyak, siapa paling besar, sekarang tergantung viewer. Walau memang belum tentu paling kaya.
Minggirlah penyanyi-penyanyi Barat.
Kalau cowok, BTS belum ada lawannya. Kalau cewek, saat tulisan ini dibuat, juaranya. Eh, bukankah Lisa itu orang Thailand, bukan Korea? Ya, tapi dia harus lewat Korea untuk jadi nomor satu dunia. Sementara sebelumnya, artis-artis top banyak negara harus lewat jalur Amerika/Hollywood untuk go international. Termasuk dari Indonesia.
Ada ungkapan tentang sukses. Bunyinya: "Success begets success." Segala kemenangan budaya Korea ini akan membuka jalan bagi artis-artis dan seniman-seniman Korea lain untuk melangkah maju, menghasilkan lebih banyak lagi sukses.
Apalagi mereka menguasai orang muda dunia, yang akan membantu mengamankan jalan itu minimal satu generasi ke depan. Atau mungkin sampai situasi memaksa terjadi shift atau pergeseran budaya lagi.
Kita? Kita masih punya peluang juara. Siapa tahu dunia tiba-tiba berubah total. Dan tontonan heboh-hebohan, pamer-pameran, dan hujat-hujatan content creator kita jadi nomor satu di YouTube dan Netflix.(Azrul Ananda)