Dunia terus berputar. Bintang musik baru akan lahir. Presiden baru akan hadir. Juga, Batman baru akan muncul. Batman dengan aktor berbeda, sutradara berbeda, sisi hidup berbeda, dengan musuh yang sama tapi dengan angle berbeda. Selamat datang di dekade baru ini.
Batman yang baru lawannya bukan makhluk gaib atau dari luar angkasa. Batman muda ini ceritanya ada di sekitar kita. Ketidakadilan, korupsi, serta para korban ketidakadilan dan korupsi. Batman yang paling duniawi, paling real.
Paling tidak, itulah yang ditampilkan di DC Fandom, akhir pekan lalu (16 Oktober). Acara virtual tahunan dari DC Comics itu selalu menampilkan cuplikan proyek masa depan. Tahun ini, ada begitu banyak film mereka gemborkan. Selain The Batman, ada The Flash dan Black Adam.
The Batman dijadwalkan masuk bioskop Maret 2022 nanti. Film ini sudah lama dibuat, tapi prosesnya terganggu pandemi dan pemutarannya diundur.
Sebagai penggemar DC (lebih dari Marvel), awalnya saya sempat sebal dengan proyek baru itu. Buat apa ada Batman baru lagi? Apalagi Batman versi Ben Affleck (Batfleck) masih belum jelas arah ke depannya seperti apa. Gara-gara kemelut kepemimpinan dan kreativitas di pucuk manajemen Warner Bros (produsen film-film DC).
Beberapa tahun lalu, manajemen baru Warner Bros ingin ganti haluan. Meninggalkan Snyderverse (dunia ciptaan Zack Snyder) dan menjadikan masing-masing karakter DC punya dunia sendiri-sendiri. Banyak fans marah. Snyderverse "hidup" kembali. Manajemennya berubah lagi. Sekarang Warner Bros punya dua jalan ke depan. Satu melanjutkan/merampingkan/menata ulang Snyderverse, satu lagi menampilkan tiap karakter sendiri-sendiri.
Jadi, bagi yang ingin tahu kelanjutan Batfleck, dunianya ada di film The Flash akhir tahun depan. Dan di film itu, mereka bersenggolan dengan Batman-nya Michael Keaton, karya Tim Burton, dari tahun 1989.
Saya punya kekaguman sendiri dengan Batfleck. Karena Snyder menampilkan sosok Batman yang sudah "capek." Batman yang sudah usia 40-an akhir, yang sudah terlalu kenyang melawan kejahatan (dan kehilangan banyak teman, termasuk Robin). Batman yang tidak lagi banyak basa-basi, karena sudah capek basa-basi.
Karena itu, saya tidak tahu apakah saya siap dengan Batman baru besutan Matt Reeves, yang menampilkan aktor lebih muda Robert Pattinson.
Untungnya, "Battinson" ini tidak mengulangi lagi dari awal cerita Batman. Rasanya bosan melihat adegan yang sama diulangi versi beda. Yaitu ketika ayah dan ibu Bruce, Thomas dan Martha Wayne, ditembak mati penjahat keluar dari gedung pertunjukan.
Battinson ini menampilkan Batman fase "belajar." Batman tahun kedua. Sudah mulai punya nama, tapi belum matang benar. Yang saya suka, Matt Reeves menampilkan Batman versi detektif. Penggemar komik lama seharusnya tahu, skill utama Batman itu kepintarannya dalam memecahkan kasus "World's Greatest Detective." Sesuatu yang puluhan tahun terakhir tenggelam oleh gadget-gadget-nya, lalu musuh-musuhnya yang makin "tidak duniawi."
Battinson akan menghadapi masalah-masalah duniawi. Masalah perkotaan, pemerintahan, dan penegakan hukum.
Jalan cerita aslinya memang belum jelas. Khas film-film komik belakangan, ada banyak yang disembunyikan dalam setiap trailer. Ada pula sejumlah misdirection, mencoba mengecoh penggemar. Kita menyangka arah cerita ke kanan, ternyata nantinya cerita justru ke kiri.
Yang jelas, ini Batman yang kembali gelap. Bahkan mungkin paling gelap. Inspirasinya dari film-film detektif thriller gelap seperti Se7en. Yang ditunjuk jadi musuh utama (kalau bukan misdirection) adalah The Riddler, si tukang teka-teki yang kali ini dibuat seperti Zodiac, pembunuh berseri beneran yang pernah meneror Amerika.
Namun, yang jadi korban Riddler bukan masyarakat. Yang dia bunuh justru wali kota Gotham. Lalu dia menarget para penegak hukum seperti kepala polisi dan jaksa wilayah. Karena semua dia anggap sebagai penjahat masyarakat. Berkali-kali dia menggunakan kata "Lie" (kebohongan) dalam teka-tekinya. Dia juga sepertinya menarget Batman, menjebak Batman, atau mencoba menyadarkan Batman. Entah yang mana, kita harus menunggu filmnya.
Battinson sendiri masih muda. Masih tidak pedulian. Masih tidak punya rasa takut. Dan mungkin, masih agak polos atau naif.
Semua penggemar Batman mungkin tahu, keluarga Wayne itu kaya raya. Di film ini, sepertinya disinggung kalau kekayaan keluarga itu juga memakan korban masyarakat banyak. Bahwa orang tua Bruce, atau bahkan mungkin kakeknya, turut punya andil membuat banyak orang hidup susah. Dan keluarga itu kongkalikong dengan pemerintah, dengan penegak hukum. Menempatkan Batman dalam posisi yang terjepit. Di satu sisi dia mencoba menegakkan keadilan, di sisi lain dia adalah produk keluarga yang ikut menciptakan ketidakadilan.
Dunia benar-benar berputar.
Batman melawan korupsi, tapi dia sendiri mungkin produk korupsi.
Duniawi banget bukan?
Sampai pekan lalu, saya masih belum tertarik dengan Battinson. Sekarang, saya jadi penasaran dengan The Batman, walau harus menunggu hingga Maret 2022.
Semoga film ini semakin menegaskan, kalau banyak membaca komik (seperti waktu saya kecil dulu), atau mengikuti cerita komik, justru membuat kita semakin sadar diri dengan lingkungan. Semakin paham dengan situasi dunia yang penuh abu-abu.
Ini bisa membuat dunia semakin ironis lagi. Sekarang, orang semakin sulit mendapat pelajaran moralitas dari media beneran atau media sosial. Dua-duanya punya tingkat kepercayaan yang rendah. Sekarang, kita justru butuh anak-anak kita menonton film superhero, atau membaca lagi komiknya, untuk mendapatkan pelajaran-pelajaran tersebut.
Saya sejak kecil membaca begitu banyak buku dan komik. Mungkin terlalu banyak. Tapi sekarang, mungkin saya tidak keberatan anak-anak saya menonton terlalu banyak film! Daripada nonton video-video gak jelas di YouTube dan media sosial lain! (Azrul Ananda)