Saat Rabu tulisan ini tayang (29 Desember 2021), dua tim baru sudah memastikan diri lolos bergabung di Liga 1 sepak bola Indonesia musim depan. Di babak semifinal Liga 2, Rans Cilegon FC menang 3-0 atas PSIM Jogjakarta, lalu Persis Solo menang 2-1 atas Martapura Dewa United.
Tinggal satu tiket tersisa, di perebutan juara tiga antara dua tim yang kandas di semifinal tersebut.
Usai hari semifinal, Senin lalu (27/12), sampai lewat tengah malam terus ada saja yang mengirim pesan ke saya. Diskusi tentang hasil semifinal itu. Termasuk dengan beberapa bos tim yang lolos itu. Kalau dengan para bos, tentu saya mengucapkan selamat, sampai bertemu di Liga 1.
Apa pun jalannya, apa pun perjuangannya, saya tahu betul rasanya lolos dari "hutan rimba" Liga 2. Pada 2017 lalu, Persebaya yang saya kelola harus bersaing dengan 59 tim lain. Alhamdulillah lolos dan dapat bonus jadi juara Liga 2 2017. Pialanya masih saya pajang di tengah lobi kantor.
Walau itu bukan piala kasta tertinggi, tapi itu saya sebut sebagai piala perjuangan. Hasil perjuangan bertahun-tahun seluruh suporter Persebaya, memperjuangkan supaya salah satu klub terbesar ini kembali eksis di dunia sepak bola Indonesia.
Malam itu juga, ada yang mengingatkan saya kalau Persis Solo itu lolos salah satunya karena "magic Persebaya." Kebetulan, sudah ada empat klub Liga 2, yang setelah diundang Persebaya laga persahabatan resmi, lolos ke Liga 1. Pada 2017, PSIS Semarang lolos bersama Persebaya. Lalu 2018 giliran PSS Sleman. Disusul 2019 Persik Kediri. Kemudian, Persis Solo.
Saya juga dikirimi video saat saya bicara di depan sekitar 50 ribu suporter Persebaya dan Persis Solo, di Gelora Bung Tomo Surabaya, saat laga persahabatan kedua tim tersebut. Sebagai bentuk persahabatan, satu stadion ikut mendoakan Persis Solo.
Magic atau bukan? Entahlah. Tapi ini sudah empat kali.
Tentu saja, waktu itu Persis Solo masih belum diakuisisi dan dikelola oleh bos-bosnya yang sekarang. Setelah diakuisisi itu, saya sempat berkenalan dan makan malam bareng Mas Kaesang, juga dengan Mas Aga Thohir.
Kalau dengan Mas Aga sebelumnya pernah bertemu waktu dia masih kecil. Karena memang ayahnya, Bang Erick, sudah lama saya kenal baik di dunia media maupun basket.
Mas Aga juga sempat ke Surabaya. Praktis siang sampai malam diskusi dan nongkrong di kantor Persebaya. Antusiasmenya luar biasa. Ayah saya dari dulu selalu bilang, resep pertama sukses adalah antusiasme.
Persis Solo, walau ada elemen anak pejabat, sudah punya visi industri. Dan semakin banyak klub punya visi industri, semakin cerah masa depan sepak bola kita. Masih akan ada riak-riak dan gesekan dalam perkembangannya, tapi akan dalam koridor industri. Bukan yang lain.
Seperti salah satu petikan diskusi WA saya dengan Bang Erick: "Lebih baik berdebat soal industri daripada yang tidak jelas."
Azrul Ananda bersama Aga Thohir (dua dari kanan) diapit Direktur DBL Indonesia Masany Audri (kiri) dan Manajer Persebaya Candra Wahyudi dalam pertemuan di Surabaya pertengahan 2021.
Nah, sekarang, menyikapi pertanyaan-pertanyaan orang tentang efek klub-klub baru ini di Liga 1. Saya selalu menggunakan teori "Tiga Equity" yang saya yakini menjadi kunci kalau kita ingin liga kita sukses ke depan.
Fan Equity. Social Equity. Away Equity.
Perlu saya jelaskan lagi soal masing-masing:
Fan Equity adalah KEMAUAN dan KEMAMPUAN penggemar klub dalam mendukung secara langsung finansial klub, khususnya dalam membeli tiket dan merchandise asli.
Untuk ini, syarat mutlaknya adalah punya pendukung. Itu saja bahkan belum tentu cukup. Karena pendukungnya tetap harus punya kontribusi langsung untuk menjaga kelangsungan hidup klub. Dan kalau pendukungnya belum banyak atau belum kuat, maka klub itu harus bekerja keras membangun fan base, terus membesarkannya. Klub tidak bisa besar tanpa penggemar yang banyak bukan?
Social Equity adalah kemampuan klub itu dan para penggemarnya dalam menciptakan conversation atau keramaian di era media sosial ini. Walau ada sayangnya, ini berarti yang positif dan negatif sama-sama dianggap berdampak positif.
Away Equity ini yang paling sulit dipahami, dan mungkin paling sulit didapat. Ini adalah kemampuan sebuah klub dalam MEMBANTU meningkatkan pemasukan para pesaingnya.
Contoh paling sederhana: Kalau sebuah klub berkunjung ke kandang lawan. Apakah dia bisa membantu menambah penjualan tiket, yang membantu finansial tim lawan tersebut? Atau: Apakah klub tersebut bisa membantu meningkatkan total jumlah penggemar, pemirsa, dan value liga secara keseluruhan? Harus diakui, masih ada klub yang kalau ada atau tiada, maka value liga keseluruhan sebenarnya tidak berubah...
Jadi, dengan tuntutan tiga equity tersebut, kita tinggal menilai saja masing-masing klub yang lolos ke Liga 1.
Terus terang, Persis Solo sekarang sudah lengkap equity-nya. Punya market yang besar, dan itu berarti punya basis penggemar besar yang bisa berkontribusi untuk kelangsungan klub. Dengan basis penggemar besar, otomatis social equity juga besar. Dan, punya away equity yang bisa dikembangkan terus untuk membantu kelangsungan liga dan lawan-lawannya.
Karena itu, saya pun mengucapkan ini kepada Persis Solo, via Mas Aga: "Terima kasih sudah membawa Fan, Social, dan Away Equity secara komplet ke Liga 1. Membantu menambah value bagi liga dan seluruh peserta lain."
Untuk Rans Cilegon FC, memang equity-nya belum bisa dibilang komplet. Atau mungkin, membawa equity dengan cara yang baru/berbeda, yang masih harus kita lihat nanti ketika di Liga 1.
Soal social equity, ini tim rasanya sudah memenuhi syarat. Bagaimana pun, pemiliknya punya pengaruh kuat dalam sejumlah aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Khususnya lewat jalur media sosial.
Secara fan equity, ini yang akan saya tunggu. Dampak positif awal sudah pasti ada. Karena Rans membantu mengekspose sepak bola ke kalangan masyarakat yang selama ini tidak mengikutinya. Jadi, kalau pun belum punya basis fans klub sepak bola yang masif, mereka mampu mengajak begitu banyak orang ikut memperhatikan sepak bola. Khususnya market yang selama ini belum suka sepak bola. Kalau ini dikelola dengan baik, Rans bukan hanya bisa membangun basis fans sendiri yang kuat, tapi dia juga bisa membantu menambah fans klub-klub lain.
Soal away equity, harus dibuktikan saat Liga 1 musim depan. Apakah rating televisinya bisa tinggi? Apakah timnya bisa membantu menambah jumlah penonton saat berkunjung ke kandang lawan? Untuk saat ini, saya ingin optimistis, mereka punya potensi besar untuk itu. Minimal di awal kiprah, karena banyak orang akan penasaran dengan mereka.
Bagaimana pun, Rans akan membawa warna baru yang punya potensi memenuhi segala tuntutan equity di atas.
Sekarang tinggal menunggu satu klub lagi untuk lolos, dan melihat equity apa yang bisa mereka bawa ke Liga 1 kelak.(azrul ananda)