Sebagai penggemar DC (di atas Marvel), akhirnya saya punya tontonan andalan baru. Serial yang tayang di HBO Max (di sini HBO GO), berjudul Peacemaker, dengan bintang utama John Cena. Selain konsep yang seru, ada satu alasan utama kenapa saya sangat menyukainya: Karena akhirnya DC tidak lagi mencoba bermain follow the leader, menyamai apa yang dilakukan Marvel.
Anak jurusan Marketing di mana pun seharusnya pasti sudah dapat ilmu ini. Bahwa untuk meraih sukses, salah satu kunci utamanya adalah "never follow the leader." Sehebat apa pun yang dianggap sebagai "leader" itu, kita tidak akan bisa mengalahkannya kalau kita hanya ikut-ikutan. Harus punya jalan atau variasi sendiri untuk eksis dan --mungkin-- mengalahkannya.
Selama bertahun-tahun, DC (dan Warner Bros) gonta-ganti pimpinan dan eksekutif. Beberapa selalu berusaha menjadikan DC seperti Marvel. Harus lebih "ceria," harus lebih "lucu." Salah satu produk film yang hancur gara-gara "pimpinan galau" itu adalah Justice League. Ganti sutradara di tengah jalan, karena yang lama dianggap terlalu "dark" dan kurang lucu. Hasilnya, pada 2017, ini jadi film yang di-review buruk oleh pengamat sekaligus kurang disukai penggemar.
Nilai Rotten Tomatoes-nya hanya 27. Sementara film-film Marvel rata-rata mudah mencapai angka 90-an.
Fans DC (dan sutradara orisinal Zack Snyder) lantas membuat gerakan untuk meminta Justice League dirilis ulang. Hasilnya, tahun lalu kita bisa menonton versi resmi Zack Snyder. Panjangnya jadi empat jam, tapi sangat worth it. Jauh lebih bermakna daripada versi teater 2017. Saya pernah menulis soal itu di sini (Baca: Zack Snyder's Justice League dan Pelajaran Marketing).
Sayang, ketidakjelasan arah masa depan DC Extended Universe (DCEU) tetap berlanjut. Apakah masih ingin seperti Marvel, atau ingin bikin jalur sendiri.
Di tengah persimpangan ini, DC merilis The Suicide Squad, setelah sejenak "membajak" sutradara Marvel, James Gunn. Film itu memang kejam, tapi kejam lucu dan "khas." Film itu mendapat review top, Rotten Tomatoes-nya 90. Tapi mungkin karena saat itu pandemi masih dianggap berat, pemasukan box office-nya kurang memuaskan.
Namun, DC tetap tancap gas dengan James Gunn. Salah satu karakter di film itu, Peacemaker (John Cena), tetap dibuatkan serial spinoff yang tayang secara streaming. Sejak 13 Januari lalu, serial itu nongol, langsung tiga seri pertama. Rencana dibuat total delapan seri, lima lanjutannya dirilis seminggu sekali. Setiap hari Kamis.
Saat tulisan ini dibuat, sudah ada empat seri beredar.
Awalnya, tidak ada banyak ekspektasi terhadap serial ini. Bagaimana pun, Peacemaker bukanlah karakter yang menyenangkan hati di film The Suicide Squad. Malah, dia yang membunuh "orang baik" Rick Flag.
Intinya, Peacemaker adalah seorang brengsek. "Siap membunuh siapa pun, termasuk perempuan dan anak-anak, demi perdamaian," begitu dia berucap.
Mungkin karena ekspektasi rendah itu, serial Peacemaker jadi melejit. Seseorang yang seharusnya dengan mudah kita benci, justru menjadi seseorang yang ikut kita "rasakan" hatinya. Bukan berarti dia jadi baik, tapi kita bisa merasakan kenapa dia jadi begitu.
John Cena, mantan bintang wrestling, akhirnya mendapatkan peran yang mampu menonjolkan kemampuan aktingnya. Lucu, dramatis, dan "berani." Rasanya Dwayne "The Rock" Johnson tidak akan berani tampil seperti Cena di Peacemaker.
Gara-gara Peacemaker ini, saya jadi ngefans berat pada James Gunn. Sutradara satu ini benar-benar "sakit" tapi asyik. Dia sudah mampu membuat Guardians of the Galaxy punya gaya khas di tengah film-film Marvel yang seolah satu template. Oleh DC, dia diberi kebebasan penuh, termasuk dalam membuat adegan-adegan kejam dan (jorok) yang tidak mungkin bisa dia lakukan pada film Marvel.
Lihat saja opening credit dari Peacemaker. Kalau serial lain, kita dengan mudah menekan tombol "skip" saat pembukaan. Pada Peacemaker, saya malah ingin menontonnya berkali-kali, dan saya sudah menontonnya berkali-kali di YouTube.
James Gunn membuka setiap episode dengan tarian, menampilkan seluruh pemeran serial ini. Hampir semuanya bukan penari, tapi sekuen pembuka ini memang dirancang sebagai "tarian bagi yang bukan penari." Semua tampak serius, tapi yang menonton bakal ngakak terus.
Menurut Gunn, dia ingin membuat sesuatu yang beda. Dia ingin membuat opening credit yang tidak akan di-skip. Dan dia sangat dikenal jago memilih lagu-lagu untuk dimasukkan dalam film-filmnya, plus selalu punya adegan menari di setiap filmnya. Ingat tarian Baby Groot? Itu dia sendiri yang membuatnya!
Untuk Peacemaker, Gunn memilih lagu-lagu rock lawas, khususnya dari 1980-an. Untuk opening credit, dia memilih lagu Do Ya Wanna Taste It yang dibawakan oleh Wig Wam.
"Saya senang sekali bisa membuat opening yang sangat, sangat beda dari yang lain di TV. Khususnya di dunia DC," tegasnya dalam rekaman behind the scene.
Tentu saja, keren dan lucu tidak akan tahan lama kalau ceritanya tidak menarik. Saya cukup terkejut, Peacemaker mampu membuat saya selalu penasaran. Sampai episode empat, selalu ada kejutan yang membuat saya tak sabar menunggu hari Kamis selanjutnya. Akan ada apa lagi?
Gara-gara itu, saya selalu bilang ke teman-teman, Peacemaker ini jauh lebih baik dari serial-serial Marvel. Dengan catatan, ini tontonan dewasa, bukan untuk anak-anak. Serial Marvel terakhir yang mampu membuat saya selalu penasaran adalah Wandavision. Setelah itu, semuanya seolah-olah kembali ke template Marvel.
Review Peacemaker pun ternyata dahsyat. Rotten Tomatoes-nya 94. Menjadikannya karya DC dengan nilai tertinggi.
Ya, sampai tulisan ini dibuat, masih ada empat seri harus dilihat. Masih ada kemungkinan jalan ceritanya memburuk. Namun, saya punya keyakinan khusus. Bahwa James Gunn akan membuat saya sebagai penggemar DC bahagia sampai akhir Peacemaker.
Di serial itu, berkali-kali disinggung nama-nama superhero yang aneh-aneh dari dunia DC. Saya tidak akan terkejut kalau ternyata ada beberapa yang ikut nongol di akhir serial ini nanti. Atau mungkin ada persilangan dengan tokoh-tokoh DCEU yang sudah ada.
Episode kedelapan sendiri masih sangat dirahasiakan. Hanya tujuh yang sudah dipertontonkan ke para kritikus (dan mereka diwajibkan menjaga rahasia isinya).
Kalau Peacemaker nanti bisa superhero landing dengan spektakuler, bukan tidak mungkin DC (dan Warner Bros) akan melanjutkan jalur lebih gelap dan dewasa ini. Memang, jalur ini tidak bisa sekaya jalur Marvel, karena menyulitkan anak-anak untuk menonton. Tapi, paling tidak ini jalur sendiri yang sukses. Pada suatu saat, Marvel akan menemukan titik turun. Siapa tahu, saat itu DC bisa tetap beranjak naik.
"Jalur gelap" ini juga dijajal lagi oleh DC (dan Warner Bros) untuk karakter Batman. Maret nanti, ada film The Batman yang dibintangi Robert Pattinson. Kabarnya, ini akan jadi film Batman yang paling "kejam." Dan kabarnya, The Batman juga mencoba membangun universe baru. Sebagai upaya jaga-jaga, siapa tahu DCEU tetap tak mampu melonjak tinggi.
Ujian utama DCEU adalah film The Flash, akhir 2022 nanti. Film itu mengeksplore perjalanan waktu dan multiverse, menggabungkan berbagai versi film superhero dalam satu film.
Di satu sisi, The Flash itu bisa dianggap follow the leader. Karena Spider-Man: No Way Home telah sukses luar biasa mengeksplore dunia multiverse. Di sisi lain, The Flash seharusnya sudah mendahului Spider-Man, namun jadi terkesan keduluan karena masalah gonta-ganti pimpinan studio dan sutradara.
Sambil menunggu hadir di bioskop, masih belum jelas, apakah The Flash itu bakal jalur gelap atau jalur ikut-ikutan. Berbagai perbincangan tentang film itu pun seolah terpecah belah. Ada yang belum-belum menghujat, ada yang belum-belum menyatakannya sebagai pilihan terbaik DC.
Apa pun jalurnya nanti, bahwa DC galau ini saja sudah menjadi bukti lanjutan. Bahwa untuk melonjak ke puncak, never follow the leader! (azrul ananda)