Ah, sedihnya. Gedung yang memberi banyak kenangan pribadi, serta tempat sejarah basket Indonesia tercatat, akan segera hilang. Gedung di Sacramento itu, yang populer disebut sebagai Arco Arena, akan segera diratakan dengan tanah.
Pada 19 Maret ini, akan ada acara perpisahan bersama seluruh penggemar klub NBA Sacramento Kings, atau warga kota Sacramento pada umumnya. Setelah itu, good bye. Segera diruntuhkan, dan di atas tanahnya akan dibangun sebuah sekolah medis untuk California Northstate University.
Saya harus menegaskan, ini gedung penting buat saya dan basket Indonesia. Pertama, kesukaan saya pada olahraga basket dikembangkan di sini, ketika saya tinggal hampir lima tahun di Sacramento. Kemudian, pada Desember 1999, di gedung inilah saya seharusnya membuat senang orang tua. Diwisuda di situ, dengan predikat cum laude, jurusan International Marketing di California State University Sacramento (Sacramento State).
Kedua orang tua asli saya hadir. Begitu pula orang tua angkat saya dari Kansas, John dan Chris Mohn.
Penulis diapit kedua orang tua asli serta orang tua angkat John dan Chris Mohn.
Sedangkan untuk basket Indonesia, Honda DBL Indonesia All-Star, tim anak SMA pilihan dari berbagai penjuru Indonesia, pernah bertanding di dalamnya. Anak-anak DBL All-Star 2013 melawan tim sebaya dari kumpulan sekolah di Sacramento.
Mereka adalah tim Indonesia pertama yang benar-benar bertanding di gedung dan lapangan NBA. Itu dilakukan pada H-1 laga resmi Kings. Dengan kondisi lapangan dan sekeliling sudah ala pertandingan NBA.
Kemudian, anak-anak DBL All-Star 2014 mendapatkan kesempatan lebih istimewa. Ketika berlangsung game Kings lawan Chicago Bulls, anak-anak DBL All-Star 2014 melakukan eksibisi scrimmage saat halftime di depan belasan ribu penonton NBA.
Anak-anak DBL All-Star 2014 mendapatkan kesempatan emas, melakukan eksibisi scrimmage saat halftime Sacramento Kings melawan Chicago Bulls.
Salah satu pelatih DBL All-Star waktu itu bertanya ke saya: "Apakah dulu Michael Jordan juga bertanding di atas lapangan ini?"
Jawaban saya tegas: "Ya."
Liga basket pelajar saya ini dimulai pada 2004 di Jawa Timur. Tapi sejak 2008, kami selalu mengirim tim pilihan belajar dan bertanding di luar negeri. Dua tahun ke Australia, sejak 2010 kami selalu mengirim tim ke Amerika dengan tujuan kota bergiliran. Dua tahun pertama ke Seattle, kemudian ke Sacramento dan San Francisco, lalu ke kawasan Los Angeles dalam tahun-tahun sebelum pandemi.
Jadi, sudah ada beberapa tim yang merasakan Sacramento. Ada yang ke gedung Arco Arena itu (namanya sempat berubah jadi Power Balance Pavilion lalu Sleep Train Arena), ada yang merasakan gedung modern baru Sacramento Kings, Golden 1 Center.
Nah, tim DBL All-Star 2013 dan 2014 itu yang paling beruntung. Karena merasakan bertanding di dalam gedung NBA beneran.
Sebuah kebanggaan khusus bagi saya, membawa tim basket Indonesia merasakan atmosfer tempat saya dulu "belajar" memahami atmosfer dan pengelolaan pertandingan NBA.
Bersama tim DBL All Star 2014 berfoto di depan Sleep Train Arena.
Flash back dulu ke 1994, saat saya kali pertama ke Sacramento. Masih sekolah bahasa dulu sebentar, sebagai transisi SMA di Kansas menuju kuliah di Sacramento. Kebetulan, saya tidak pernah lulus SMA. Waktu berangkat dari Indonesia lulus SMP (kelas 9). Ketika pertukaran pelajar di Kansas itu, saya langsung diloncatkan ke kelas 11. Kemudian saya ke Sacramento, dan saat ambil tes kemampuan ternyata boleh langsung kuliah. Tapi harus ambil sekolah bahasa dulu beberapa bulan.
Saat sekolah bahasa itu, salah satu teman baik saya tinggal bersama keluarga angkat yang bekerja di Arco Arena. Jadi, kami sering dapat tiket nonton Kings gratisan. Kadang di atas sendiri, kadang dapat tempat bagus agak ke bawah. Tergantung situasi. Biasanya game-game yang penontonnya tidak penuh padat.
Ketika kami jadi room mate di apartemen sendiri, kebiasaan nonton kami lanjutkan. Kalau uang sedang mepet, ya beli tiket termurah. Harganya USD 10. Tidak dapat tempat duduk. Tapi disediakan "petak bergaris" untuk berdiri, di belakang kursi paling belakang, paling atas.
Pada 1996, kami juga menjadi saksi sejarah di situ. Nekat beli tiket mahal, nonton pertandingan playoff pertama dalam sejarah Sacramento Kings. Melawan Seattle Supersonics. Kaus playoff itu masih saya simpan sampai sekarang.
Jadi, saya penggemar Kings segala zaman. Mulai zaman susah yang dipimpin shooter Mitch Richmond, berlanjut ke awal era keemasan yang diawali Jason Williams dan Chris Webber. Dan terus fans sampai sekarang, walau sudah 15 tahun frustrasi Kings tak kunjung kembali ke playoff.
Arco Arena sendiri punya reputasi legendaris. Berkapasitas 17 ribu penonton, gedung ini dikenal paling riuh di NBA. Bahkan pada 2013 sempat mencatat rekor Guinness Book of World Records, penonton indoor paling berisik (mencapai 119,5 desibel).
Bisa Anda bayangkan bukan, betapa bangganya saya diwisuda di Arco Arena pada Desember 1999 itu. Saya mengenakan toga standar, tapi topinya saya warnai Kuning dengan strip hijau dan biru gelap, ala helm Ayrton Senna, pembalap idola saya sepanjang masa. Ada tali putih panjang dikalungkan, penanda lulusan dengan nilai di atas rata-rata (he he he... Sombong dikit).
Di balik toga, saya mengenakan kemeja dan jas. Tapi bawahannya jins bolong-bolong yang paling sering saya pakai kuliah. Sepatu skateboard merek Airwalk saya pakai. Itu sepatu murah, belinya hanya USD 19. Tapi itu sepatu penting buat saya. Karena selama kuliah, sejak krisis moneter Asia, saya bekerja jadi pelayan restoran dan cuci piring mengenakan sepatu itu.
Gara-gara berita Arco Arena mau dirobohkan itulah saya jadi sibuk mencari lagi foto-foto lama saya waktu wisuda itu. Alhamdulillah belum hilang! Maklum, belum era digital.
Ternyata, walau sudah balik ke Indonesia, "hubungan" saya dengan gedung itu belum berakhir. Karena mengelola DBL, kami jadi punya hubungan kerja dengan NBA. Uniknya lagi, kami punya hubungan langsung dengan Sacramento Kings. Seorang teman saya, lulusan universitas yang sama, karirnya berkembang di situ dan terakhir menjadi creative director of entertainment.
Jadi, kalau ke Sacramento, saya --dan teman-teman manajemen DBL-- diajak melihat setiap sudut dan lokasi penting di Arco Arena. Termasuk melihat ruang-ruang kantor dan kerja, berjalan di sekeliling atap untuk menunjukkan setelan entertainment, melihat bagaimana bongkar pasang lapangan basket, dan lain sebagainya.
Mereka bahkan datang ke Indonesia untuk mengajari kru DBL bagaimana mengelola pertandingan basket secara profesional dan menghibur bagi penonton.
Diwawancara Scott Freshour di Sleep Train Arena, teman satu kampus yang menjadi creative director of entertainment Sacramento Kings.
Bahwa kemudian Sacramento Kings pindah ke rumah baru di Golden 1 Center (pada 2016) tentu disambut bahagia. Itu salah satu gedung tercanggih di NBA sekarang. Tapi tak pernah saya bayangkan, Arco Arena bakal diruntuhkan.
Sejak tidak lagi jadi rumah Kings, Arco Arena masih dipakai untuk pertandingan-pertandingan basket tingkat universitas atau kompetisi level tinggi lain. Lebih sering lagi digunakan untuk berbagai konser musik.
Saya pikir, akan terus begitu. Ternyata tidak.
Sebelum diratakan dengan tanah, Sacramento Kings selaku pemilik lahan memberi kesempatan bagi fans dan warga untuk mengucapkan perpisahan. Tiketnya gratis, acaranya 19 Maret nanti. Akan ada berbagai acara, termasuk bazaar makanan dan lain-lain. Semua pengunjung diminta untuk mengabadikan momen itu semaksimal mungkin. Karena setelah itu, Arco Arena hanya akan jadi kenangan.
Ah, sedihnya... (azrul ananda)
Catatan Ekstra: Superstar LeBron James, salah satu pemain terbaik dalam sejarah, memulai debutnya sebagai pemain NBA di Arco Arena Sacramento pada 29 Oktober 2003, saat timnya waktu itu Cleveland Cavaliers mengunjungi Sacramento Kings. Waktu itu Kings menang 106-92.