Sekarang waktunya untuk bicara. Soal sepak bola kita. Soal liga kita. Sekarang adalah momen untuk semua menjadi lebih menggunakan akal sehat. Momen untuk lebih memahami seluk beluk sepak bola kita. Supaya tidak sekadar teriak-teriak tidak jelas, apalagi di medsos yang juga serba tidak jelas dan sangat bisa menyesatkan.
Sepak bola kita, semoga dan seharusnya, sudah berada di titik terburuk. Entah kejadian apa lagi yang bisa membuatnya lebih rendah daripada jurang yang paling dalam.
Ini memaksa kita semua untuk menarik napas lebih dalam. Melihat sekeliling lebih jelas. Merenung lebih dalam. Membuka mata lebih lebar. Memfilter segala informasi dengan lebih bersih.
Supaya bisa mulai melangkah ke depan. Bukan berarti melupakan yang di belakang. Tapi memastikan masa depan tidak hancur karena yang terjadi di belakang.
Saya juga minta tolong semua pecinta sepak bola di Indonesia untuk bisa memilah-milah. Mana urusan mana. Mana urusan federasi, mana urusan liga. Walau ada keterkaitan, tapi prosedur dan cara memprosesnya berbeda.
Karena itulah, beberapa waktu lalu saat saya --sebagai wakil pemegang saham terbesar Persebaya-- berdiskusi dengan pemilik Persis Solo, hasilnya adalah mengusulkan dua agenda yang berbeda. Satu Kongres Luar Biasa (KLB), itu terkait PSSI. Satu lagi Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB), itu terkait pengelolaan PT Liga Indonesia Baru (LIB) sekaligus masa depan tim-tim Liga 1 yang tercatat sebagai 99 persen pemegang sahamnya.
Klub-klub lain ada yang punya opini sama. Kebetulan mungkin Persebaya dan Persis yang paling vokal soal itu.
Dari kedua agenda itu, yang paling urgent menurut kami adalah RUPS LB PT LIB. Ini adalah ranah korporasi, ranah profesional. Kenapa harus segera dilakukan, tujuannya untuk segera menunjuk pengurus baru. Mengingat masalah hukum yang dihadapi direktur utama.
Kalau liga harus jalan, maka pengurusnya harus bisa aktif. Untuk mengganti pengurus, harus dilakukan RUPS LB.
Kongres Luar Biasa PSSI adalah agenda yang berbeda. Bisa jauh lebih besar dan berdampak secara nasional, tapi juga agenda yang jauh lebih kompleks. Sekarang harus step by step dulu. Step pertama, menyelematkan liga yang terhenti dulu. Karena itu menyangkut kelangsungan hidup begitu banyak organisasi, begitu banyak manusia yang "tersandera" situasi.
Untuk RUPS LB ini, pada dasarnya semua klub sudah sepakat. Bahwa perubahan pengurus harus segera dilakukan. Supaya bisa segera memikirkan kelanjutan liga musim ini. Supaya segera ada yang "mengurus."
Dan pengurus baru ini sifatnya temporer. Hanya sampai musim ini berakhir. Begitu musim berakhir, kita akan melakukan RUPS lagi. Untuk menerapkan perubahan-perubahan yang lebih permanen, yang lebih memikirkan jangka panjang. Walau berseteru di lapangan, semua klub pada dasarnya punya visi dan misi yang sama. Kelangsungan hidup yang sehat dan sustainable.
Kasarnya begini. Siapa saja pengurus baru sementara itu tidak masalah. Yang penting ada pengurusnya. Setelah itu semua klub bekerja bersama untuk menyelamatkan musim ini. Setelah musim selesai, baru kita bekerja lagi bersama untuk yang lebih jangka panjang.
Step by step.
Penyerang Persebaya Silvio Junior setelah mencetak gol pembuka ke gawang Arema FC (1/10).
Sebelum ini, terus terang, saya termasuk "malas" ikutan RUPS liga. Ketika kali pertama ikut pada 2018, saat Persebaya kembali ke Liga 1, saya banyak bengong dan melongo. Masak urusan kapan bola dikirim harus ditanyakan dan dibahas di ranah RUPS?
Juga, rapat-rapatnya seolah-olah "satu arah." Klub mau bersuara apa saja seperti tidak ada pengaruhnya.
Namun, untuk RUPS LB pada Selasa, 15 November itu, saya merasa harus datang. Kapan lagi ada momen perubahan untuk sepak bola Indonesia. Memang ini bukan KLB. Tapi bagi klub-klub, inilah momen untuk menentukan masa depan bersama. Momen untuk mengambil alih kendali liga.
Dan sore itu, menurut saya, adalah rapat yang luar biasa. Klub-klub satu suara untuk mengubah PT LIB. Untuk kali pertama, klub-klub memilih pengurus liganya sendiri. Tidak lagi dipaksakan satu arah. Ada yang bilang, ini kali pertama klub-klub menentukan sendiri pengurusnya sejak 2005. "Kita semua satu visi misi ke depannya supaya perusahaan kita sustainable," tegas Sadikin Aksa, direktur utama PSM Makassar.
Siapa pun pengurus baru dan sementara itu, tugasnya sangatlah berat. Karena harus memastikan segala fungsi perusahaan berjalan untuk menuntaskan sisa musim ini. Sambil jalan, juga harus mulai mencermati kondisi keuangan PT LIB, kontrak-kontrak jangka panjangnya, serta hal-hal lain yang selama ini menyandera liga dan klub-klub.
Pada akhirnya, Mas Ferry Paulus bersedia menjadi direktur utama PT LIB. Munafri Arifuddin menjadi direktur. Susunan komisaris pun hampir berubah semua, hanya satu yang dipertahankan sebagai komisaris utama, dan tidak mewakili klub (Juni Rahman).
Dalam pertemuan itu, dirut baru langsung menyampaikan penegasan bahwa dia hanya jadi dirut sementara. Hanya beberapa bulan sampai musim ini berakhir. Selama menjadi dirut, akan mundur dari jabatannya di klub. Yang jadi direksi harus mundur dari jabatan di klub. Yang jadi komisaris tidak perlu.
Dari PSSI, hanya ada pengusulan agar Bapak Soejarno tetap menjadi direktur (operasional). Pada akhirnya klub-klub bersedia, karena ini menyangkut kelanjutan liga musim ini.
Bagi saya pribadi, dan beberapa pihak lain, sebenarnya siapa pun pengurus sementara ini tidak masalah. Yang penting ada pengurus dulu. Tidak boleh vakum kepengurusan. Dan kita semua segera bekerja bersama, supaya liga musim ini bisa kembali berjalan sesegera mungkin. Supaya bisa berakhir sesuai keinginan awal, pada April 2023.
Bahwa ada konflik kepentingan dengan klub, menurut saya untuk konteks PT LIB seharusnya tidak masalah. Justru penting, karena ini mengedepankan/mengutamakan klub-klub sebagai pemilik saham mayoritas. Tinggal pengawasan bersamanya saja. Dan dalam pertemuan itu, kami sepakat akan bertemu setidaknya sebulan sekali, mulai membahas program-program jangka panjang liga, sebagai persiapan untuk RUPS yang lebih menyeluruh setelah musim nanti berakhir.
Ingat, ini RUPS perusahaan liga. Perusahaan liga yang seharusnya mengedepankan pemegang sahamnya. Ini bukan KLB federasi. Ini ranah perusahaan. KLB urusan nanti, urusan yang berbeda lagi.
Catatan penting lain: Bahwa klub-klub bisa menentukan nasib sendiri ini adalah sebuah breakthrough. Seperti ditulis di atas, selama ini rapat-rapat liga itu seperti satu arah. Klub-klub ini, terus terang, seperti sapi perahan. Klub-klub yang bekerja, yang menggaji pemain, yang melakukan pembinaan, yang mengembangkan penyelenggaraan sepak bola. Tapi, klub-klub ini justru harus merelakan potensi penghasilannya untuk yang lain, termasuk federasi.
Dengan pengurus liga dari klub, maka sepak bola bisa lebih sehat. Saya selalu percaya, kalau liga sehat, klub akan sehat. Yang lain-lain lantas ikut sehat. Termasuk pemain dan juga federasinya.
Kenapa selama ini satu arah? Karena PSSI, walau hanya punya saham 1 persen, memiliki yang dijuluki "golden share." Berhak menentukan kebijakan-kebijakan strategis pada PT LIB. Dalam rapat 15 November itu, PSSI mungkin bisa saja membantah dan menolak kemauan klub-klub. Tapi tidak melakukannya.
Alhamdulillah. Ini langkah maju ke arah pengelolaan yang lebih modern. Tinggal ke depan bagaimana mengubah status saham tersebut supaya federasi tidak bisa lagi memaksakan semaunya kepada liga dan klub-klub. Ini juga sudah disinggung di rapat tersebut, tapi akan diurus nanti, bukan prioritas untuk sekarang.
Liga-liga terbesar di dunia bekerja untuk klub-klub anggotanya. Pengurusnya belum tentu dari klub, tapi bekerja untuk klub-klub. Minimal liga kita sudah mulai mengarah ke sana. Step by step.
Kami menyadari, keputusan-keputusan dalam RUPS LB 15 November itu bisa mendapat reaksi beragam dari masyarakat penggemar sepak bola. Kami memahami, bahwa pemahaman orang-orang berbeda-beda. Tapi yang paling utama: Kami (klub-klub) sekarang mulai melihat titik terang masa depan. Bahwa kami adalah elemen yang sangat besar untuk menentukan masa depan sepak bola. Bukan lagi sekadar "sapi perahan."
Keputusan pada RUPS LB 15 November itu baru langkah bayi pertama. Masih ada terlalu banyak rintangan yang harus kami hadapi ke depannya. Liga kita ini kondisi keuangan dan prospek masa depannya parah sekali. Semua pemilik klub hanya bisa tepok jidat melihat laporan keuangan dan prospek bisnis ke depannya. Saking parahnya, kami sampai tidak sudi membahas masalah keuangan di RUPS LB tersebut. Nanti saja kita bahas secara mendetail secara bertahap dalam pertemuan rutin.
Sebagai penutup, RUPS LB telah berlangsung memuaskan untuk seluruh klub peserta. Akan ada tugas berat untuk direksi baru. Tapi minimal kami sekarang punya direksi yang dari klub dan bekerja untuk klub, serta akan bekerja bersama klub. Ini, katanya, adalah yang pertama dalam sejarah.
Perubahan ini memberi semangat baru bagi kami. Termasuk untuk saya pribadi, yang tak sabar segera rutin berdiskusi dengan klub-klub lain untuk menyusun langkah strategis masa depan liga Indonesia.
Bismillah, ini langkah pertama menuju era liga baru yang benar-benar profesional dan benar-benar bermanfaat untuk sepak bola Indonesia.(Azrul Ananda)