Teman-teman banyak yang menertawai saya. Tepatnya setiap kali saya mengeluarkan dompet. Karena dompet saya tipe “krek-krekan.” Dompet bahan nilon dengan penutup ber-velcro. Saat dibuka berbunyi dulu “krek.”
Mungkin tidak dianggap umum. Dan mungkin memang tidak umum. Kebanyakan teman saya memakai dompet kulit. Kebanyakan dompet kulit bermerek.
Dompet saya ada mereknya, dan mereknya sebenarnya ngetop. Tapi ya itu tadi. Tipe dompet “krek-krekan.” Jadi biasanya orang tertawa dulu melihat saya mengeluarkan dan membukanya.
Isinya pun saya jaga minimalis. Kartu kredit. Kartu ATM. SIM. Satu-dua lembar business card. Sama ada satu koin bernilai 1 USD. Entah mengapa selalu saya simpan.
Seringkali saya tidak bawa uang. Sering lupa. Sering saya pinjam uang driver atau orang di dekat kalau harus beli sesuatu.
Saya sudah pakai dompet krek-krekan ini sejak kuliah. Kado dari, ehm, teman cewek dekat waktu itu. Sejak saat itu, selalu pakai dompet krek-krekan, dan hanya ganti kalau dompetnya benar-benar sudah hancur rusak.
Kadang, saya ingin menyebarkan “budaya” dompet krek-krekan ini. Kalau ada teman ulang tahun atau ingin dikasih oleh-oleh, ya saya belikan saja dompet krek-krekan. Biar mampus, mau tak mau dia harus pakai juga.
Apalagi ada kejadian, ternyata bukan hanya saya orang “keren” yang pakai dompet krek-krekan. Saya tertawa terpingkal-pingkal, ketika ada seorang teman lagi yang –terus terang-- superkaya, dan ternyata dia pun suka pakai dompet krek-krekan.
Kebetulan, gaya dandan kami sama-sama kasual. Sama-sama suka olahraga. Agak aneh kalau pakai dompet kulit bermerek. Gak matching dengan keseharian.
Nah, Anda tipe pakai dompet apa? Kenapa harus bicara soal dompet di tulisan ini?
Karena apa jenis dan merek dompet Anda mungkin bukanlah sesuatu yang penting. Bahkan dompet merek apa pun masa depannya tergolong suram. Tidak peduli mereknya apa, harganya berapa.
Dompet adalah sesuatu yang kelak mungkin tidak kita butuhkan sama sekali. Dan masa depan itu mungkin tiba lebih cepat dari yang kita bayangkan! Paling tidak, setelah saya membaca artikel di USA Today (media yang selalu saya kagumi sejak kuliah) baru-baru ini.
Dalam artikel itu, USA Today mengutip sebuah survei, yang menyatakan bahwa 68 persen dari 1.218 pemakai smartphonemenyatakan bahwa smartphone pada akhirnya akan menggantikan total fungsi dompet. Bahkan hampir separo bilang momen itu akan terjadi dalam waktu kurang dari lima tahun!
Lima tahun lagi!
Toh bayar sudah tidak perlu pakai uang fisik. Tiket tidak perlu pakai kertas. Tanda pengenal pun sudah bisa digital. Buat apa ada dompet? Sama seperti koran, yang menjaganya mungkin hanya habit dan tradisi. Itu pun kalau dompet (pembuatnya?) mampu terus berjuang dan kreatif dalam mempertahankan eksistensi.
***
Artikel soal dompet itu mengingatkan saya pada sebuah episode sitkom Seinfeld, pada 1998. Temanya soal penting tidaknya dompet. Salah satu karakter utamanya, George Costanza, dikenal suka membawa dompet yang superbesar.
Uang, semua kartu, semua nota, kartu diskon, dia simpan di dompetnya itu. Bahkan permen dan gula sachet-an yang dia ambil dari meja rumah makan. Lalu dia menaruhnya di kantong belakang sebelah kanan.
Duduknya pun jadi miring. Punggungnya jadi sakit.
Tapi dia sama sekali tidak mau mengganti dompetnya yang gendut itu. Tidak sama sekali.
“Ini bukan hanya sekadar dompet. Ini adalah organizer, penyimpan kenangan, dan seorang teman lama,” tandasnya.
Hmm… Sekarang, sekitar 20 tahun kemudian, semua isi dompetnya itu sudah bisa digantikan oleh smartphone. Kecuali mungkin fungsi sebagai “teman lama.”
***
Bicara soal kepunahan dompet, mungkin bukan hanya aksesori itu yang bakal punah. Dari dulu saya bukan penggemar jam tangan. Saya punya koleksi puluhan… Casio. Dalam berbagai warna. Itu pun sekarang saya sudah tidak pernah pakai.
Sekarang, dengan smartphone yang bisa menampilkan jam di berbagai belahan dunia, rasanya jam tangan semakin tidak akan pernah saya pakai.
Lagipula kalau bepergian sekarang berbagai aksesori bisa merepotkan. Masuk ke airport, paling sebal kalau antre lama lewat security gara-gara orang di depan saya harus melepas jam, sabuk, gelang, dan lain sebagainya.
Saya tak pernah lagi pakai sabuk, dan dari awal tak pernah pakai jam tangan. Jadi saya bukan hanya membantu saya sendiri cepat lewat security. Saya juga membantu mengurangi masa tunggu orang-orang di belakang saya.
Bayangkan Andai di masa depan semua semakin praktis. Wah, butik-butik bermerek semakin kehabisan barang yang bisa dijual… (azrul ananda)