Catatan
Rabuan
Azrul
Ananda

Sekarang ini, ngomongin soal milenial itu seperti penting banget. Kalau pergi ke forum marketing, temanya bagaimana menarget segmen milenial. Kalau bicara politik, temanya bagaimana merebut suara milenial.

Milenial adalah pasar. Milenial adalah target.

Mereka yang lahir antara awal 1980-an hingga awal 2000-an ini adalah obyek untuk dieksplorasi/eksploitasi.

Saya sedikit lebih tua dari milenial. Berdasarkan pengalaman pribadi mengelola perusahaan dan kegiatan-kegiatan anak muda, salah satu kunci suksesnya adalah memastikan yang mengerjakan juga anak muda.

Saya dulu masih usia awal 20-an saat memulai berbagai organisasi anak muda. Salah satunya DBL Indonesia, perusahaan yang mengelola liga basket pelajar terbesar di Indonesia dan berbagai unit anak muda lain. Karena usia saya dulu dengan “target market” tidak jauh, relatif mudah bagi saya untuk menyesuaikan produk dengan mereka.

Sekarang, belajar dari pengalaman, saya juga harus mempercayakan kepada yang muda untuk meneruskannya. Saya sudah tidak nyambung dengan anak muda sekarang.

Dan percayalah. Saya sudah bertemu dengan begitu banyak bos perusahaan, yang industrinya menarget anak muda. Kadang, omongan dan anggapan mereka benar-benar tidak nyambung dengan marketnya.

Sekarang, kembali bicara soal milenial.

Bergeser sedikit ke politik.

Bagaimana kalau pemimpin sebuah negara langsung saja seorang milenial? Dan negaranya langsung negara adidaya. Negara yang jadi embahnya demokrasi. Amerika Serikat.

Memang belum jadi kenyataan. Tapi, peluang menuju ke sana sudah terbuka. Ada kemungkinan, pada 2020 nanti (tahun depan!), presiden yang terpilih usianya masih 38 tahun.

Tahun 2019 ini dia masih berusia 37 tahun. Tapi dia sudah meluncurkan program untuk membuka jalan jadi presiden AS. Lewat Partai Demokrat, berharap bisa menantang Donald Trump.

Dia sekarang sudah menjadi seorang wali kota. Bahkan sudah menjalani periode kedua jadi wali kota. Dia sudah jadi wali kota di South Bend, negara bagian Indiana, sejak masih berusia 29 tahun!

South Bend adalah kota yang dulu pernah disebut Newsweek sebagai salah satu kota paling “madesu” (masa depan suram). Sekarang kota itu sudah berubah jauh lebih maju di bawah pimpinannya.

Dia lulusan Harvard. Lalu melanjutkan karir akademis di Oxford.

Dia pernah bertugas di militer. Pangkat Letnan. Ikut bertugas di Afghanistan.

Dia bisa bicara tujuh bahasa!

Secara CV, dia ini lengkap. Dan masih muda!

Orang akan lebih kesulitan mengeja dan mem-pronounce namanya daripada mengakui kepintaran dan kehebatannya!

Namanya Pete Buttigieg. Bacanya: Pit Bu-ti-jej. Nama belakang itu ikut ayahnya, imigran dari Malta. Kalau kesulitan menyebut namanya, dia tidak keberatan dipanggil “Mayor Pete” alias Wali Kota Pete.

Dalam beberapa hari terakhir, “Mayor Pete” benar-benar jadi topik besar di Amerika. Dia telah tampil dan bicara di semua talk show top Amerika. Dia telah menjadi bahan pembicaraan di mana-mana.

Salah satu penampilannya paling saya suka adalah saat tampil di The Late Show with Stephen Colbert. Dengan ringkas, Mayor Pete menjelaskan mengapa dia berani mengajukan diri sebagai calon presiden sekarang juga. Di usia 37. Tidak menunggu sampai “lebih matang.”

Dan alasan utamanya bukan karena ingin memecahkan rekor, jadi presiden termuda dalam sejarah Amerika.

“Saya kira, seseorang akan maju dalam sebuah pemilihan karena dia memahami adanya kebutuhan tertentu pada jabatan tersebut. Lalu momennya pas dengan apa yang bisa dia berikan untuk jabatan tersebut,” tuturnya kepada Colbert.

Lebih lanjut, Mayor Pete menyampaikan keinginan agar negaranya dipimpin sendiri oleh generasi muda, yang tahu betul kebutuhan sekarang dan masa depan. Bukan dipimpin oleh generasi yang memandang problem masa depan sebagai problem orang lain.

Mayor Pete lantas menjabarkannya lebih detail. Kata dia, generasi dialah yang menjadi tumpuan utama untuk segala perang pasca 9/11. Generasi dia pula yang menjalankan dunia bisnis di tengah berbagai perubahan iklim.

“Dan kalau tidak ada perubahan apa-apa dalam hal ekonomi, generasi kami akan menjadi generasi pertama yang mendapat penghasilan lebih sedikit dari orang tua kami,” lanjutnya.

Mayor Pete menegaskan, generasinya lah yang paling terancam, yang harus menanggung segala risiko masa depan.

“Saya selalu berpikir banyak tentang dunia tahun 2054 nanti, saat usia saya sama dengan usia presiden yang sekarang (Trump, Red),” ucapnya.

Mayor Pete merasa yakin dirinya adalah seseorang yang bisa mengisi segala kebutuhan sebagai presiden. Pengalamannya jauh lebih lengkap dari kebanyakan presiden. Kebetulan saja dia masih sangat muda.

“Saya punya pengalaman di pemerintahan lebih banyak dari presiden yang sekarang. Saya punya pengalaman menjabat sebagai eksekutif lebih banyak dari wakil presiden yang sekarang. Dan saya punya pengalaman militer lebih banyak dari semua presiden sejak George H.W. Bush,” tandasnya.

Menjadi wali kota dia anggap sebagai pengalaman terpenting untuk jadi presiden. Karena sebagai wali kota dia harus bisa meng-handle segalanya. Mulai urusan taman sampai urusan penembakan dan urusan etnis. Harus bisa membuat kebijakan, harus bisa menjalankan birokrasi, sekaligus menyatukan semua kalangan.

Pete Buttigieg memang luar biasa.

Tahun depan, dia memang belum tentu jadi presiden Amerika.

Tapi kalau jadi, alangkah spektakulernya.

Presiden yang superpintar. Presiden yang punya banyak pengalaman di pemerintahan. Presiden termuda dalam sejarah. Presiden pertama dari generasi milenial. Presiden yang memasuki White House benar-benar memikirkan masa depan generasinya.

Oh ya, kalau ternyata benar-benar terpilih, dia juga menjadi presiden Amerika pertama yang secara terbuka mengakui dirinya sebagai gay

Comments (4)

Catatan Rabuan

Baik atau Senang

Membuat keputusan. Alangkah mengerikannya. Apalagi kalau menyangkut nasib orang banyak. Apalagi kalau tidak banyak ora...

Soal Wakil Wali Kota...

Ya, ada partai yang sudah mengajukan nama saya sebagai wakil.

Guru, Tentara, dan Dokter

“Kita harus sangat menghormati guru. Kita harus memperlakukan guru seperti tentara, dan kita harus menggaji mereka seper...

Wali Kota Bukan untuk Saya

Saya bersyukur. Saya ini manusia beruntung. Pada 2009, saya mendapat undangan spesial dari pemerintah Australia. Sakin...